kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inilah tiga hal yang menghimpit petani tembakau RI


Kamis, 06 November 2014 / 14:00 WIB
Inilah tiga hal yang menghimpit petani tembakau RI
ILUSTRASI. Asam urat tinggi pada anak


Reporter: Mona Tobing | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Posisi petani tembakau kian terjepit. Jika di dalam negeri mereka dihadapkan pada regulasi dan rencana pemerintah menaikan bea cukai. Di pasar impor mereka juga dihadang konvensi pengendalian tembakau atau yang dikenal dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). 

Ditambah kebijakan Pemerintah Australia yang memberlakukan kebijakan kemasan polos rokok atau plain packaging, dikhawatirkan permintaan bahan baku untuk tembakau di Indonesia mengalami penurunan. 

Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Suryana mengatakan, ada tiga kerugian yang dialami. Pertama, petani enggan menanam tembakau. Kedua, pemasukan negara atau cukai turun karena bahan baku tidak ada. Terakhir, pengangguran terjadi karena industri tembakau dan rokok terbilang padat karya. 

Penurunan permintaan bahan baku daun tembakau diprediksi bisa mencapai 3% hingga 30%, dihitung dari penurunan jumlah konsumsi rokok setiap negara.

"Tenaga kerja di ladang, budidaya, pasca panen, industri dan penjualan atau distrbusi akan hilang mata pencaharian," kata Suryana, Kamis (6/11). 

Kementerian Pertanian (Kemtan) mencatat penyerapan tenaga kerja baik on farm dan off farm mencapai 6,3 juta orang dengan rincian petani tembakau mencapai 2 juta orang. Petani cengkeh 1,5 juta orang dan  tenaga kerja di pabrik rokok mencapai 0,6 juta orang. Pengecer rokok dan pedagang asongan mencapai 1 juta orang. Terakhir tenaga kerja percetakan dan periklanan mencapai 1 juta orang. 

Seperti diketahui, Oktober lalu Pemerintah Indonesia telah mengirimkan protesnya terhadap kebijakan Australia terkait kebijakan kemasan polos sejak Desember 2012 lalu. Kebijakan Australia telah melanggar ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×