Reporter: Petrus Dabu | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Perjanjian jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) antara PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan investor wilayah kerja (WK) panas bumi Rajabasa–Lampung dan Muaralaboh–Sumatra Barat tertunda. Pihak investor rupanya meminta jaminan dari pemerintah dahulu sebelum meneken perjanjian itu.
Direktur Utama PLN Dahlan Iskan mengatakan, PLN sebenarnya sudah mendesak agar PPA segera ditandatangani. Bahkan, PLN sudah menjadwalkan penandatangan perjanjian itu akhir Juli lalu. Akan tetapi, PT Supreme Energy sebagai calon investor proyek belum bersedia.
Supreme Energy masih menanti kejelasan jaminan dari pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan. Pasalnya, kedua proyek geotermal yang besar itu termasuk proyek 10.000 MW tahap II. "Disebutkan bahwa semua proyek yang masuk 10.000 MW mendapat jaminan pemerintah," ujar Dahlan kepada wartawan di Jakarta, Selasa (16/8).
Biar begitu, PLN berharap, sembari menunggu jaminan pemerintah, Supreme Energy meneken PPA dulu, dengan catatan akan berlaku efektif bila sudah ada jaminan dari pemerintah. "Kita malu kalau ini tidak direalisasikan. Padahal ini sudah selesai, harga sudah selesai, persyaratan yang 32 jenis sudah selesai," tutur Dahlan. Namun, ia menegaskan, soal jaminan sejatinya bukan urusan PLN, melainkan urusan investor dengan pemerintah.
Direktur Bisnis dan Manajemen Risiko PLN Murtaqi Syamsuddin menambahkan, jaminan yang diminta adalah jaminan kelangsungan usaha PLN. Sebenarnya, jaminan ini secara umum sudah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010. Isinya, pemerintah memberi jaminan bila PLN tidak mampu membayar.
Di sinilah Dahlan menduga ada perbedaan persepsi antara pemerintah dan investor. Melalui aturan itu, pemerintah menganggap sudah menjamin PLN. Di pihak lain, investor menginginkan jaminan yang lebih konkrit.
Presiden Direktur Supreme Energy Supramu Santoso menjelaskan, perpres itu memang menegaskan pemerintah menjamin kelayakan usaha PLN, tapi juga menyatakan itu akan diatur dalam peraturan Menteri Keuangan. "Inilah yang kami tunggu," ucapnya.
Ia bilang, pihaknya meminta pemerintah menjamin PLN bisa memenuhi kewajiban dalam PPA, yakni membayar listrik yang dihasilkan pembangkit itu. "Jika sudah ada PMK-nya, kami langsung mulai eksplorasi," imbuhnya.
Hingga saat ini, cadangan panas bumi di Muaralaboh bisa menghasilkan listrik 400 megawatt (MW). Pemerintah merencanakan pengembangan panas bumi sebesar 220 MW dengan harga 9,4 sen dollar AS per kilo watt hour (kWh). Sementara, cadangan terduga di wilayah kerja Rajabasa bisa menghasilkan listrik 91 MW, dengan rencana pengembangan sebesar 220 MW dan harga 9,5 sen dollar AS per kWh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News