kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.946.000   19.000   0,99%
  • USD/IDR 16.330   14,00   0,09%
  • IDX 7.345   -53,46   -0,72%
  • KOMPAS100 1.030   -14,36   -1,37%
  • LQ45 782   -6,67   -0,85%
  • ISSI 245   -3,19   -1,29%
  • IDX30 405   -3,55   -0,87%
  • IDXHIDIV20 467   0,58   0,12%
  • IDX80 116   -1,36   -1,15%
  • IDXV30 118   -0,58   -0,49%
  • IDXQ30 130   -0,02   -0,02%

Jejak Limbah Ribuan Pekerja Tambang: Tanggung Jawab Siapa?


Selasa, 22 Juli 2025 / 17:39 WIB
Jejak Limbah Ribuan Pekerja Tambang: Tanggung Jawab Siapa?
ILUSTRASI. Kontan - Harita Nickel Kilas Online. Photo: KONTAN/Achmad Fauzie


Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal

KONTAN.CO.ID - Oleh: Budhi Soesilo, Wezia Berkademi, Dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Bayangkan sebuah lokasi tambang mineral atau batubara, atau mungkin kilang minyak dan gas yang berdiri kokoh di pelosok negeri, tersembunyi dari keramaian kota, namun tak pernah benar-benar sepi. Lokasi seperti ini menjadi rumah kedua bagi ribuan pekerja dari berbagai penjuru tanah air, yang datang bekerja dengan tinggal di site selama 4 hingga 8 minggu dan kembali ke rumah selama 1 hingga 2 minggu (red: sistem roster). Di balik kemegahan operasionalnya, ada satu isu lingkungan yang kerap luput dari perhatian publik: limbah manusia dan sampah domestik.

Industri ekstraktif selalu datang dengan "bonus" migrasi pekerja. Tak tanggung-tanggung, satu proyek tambang bisa mempekerjakan 15.000 hingga 25.000 orang, tergantung pada skala dan jenis operasinya. Jika diasumsikan 22.000 pekerja tinggal di site (lokasi tambang), maka kebutuhan dasarnya pun menjadi sangat besar. Menurut standar WHO, kebutuhan air bersih minimum per orang adalah 50 liter per hari (untuk minum, mandi, cuci, dan sanitasi). Maka, setiap harinya site tersebut membutuhkan 1,1 juta liter air, hanya untuk kebutuhan domestik para pekerja. Tak hanya itu, limbah cair yang dihasilkan pun akan mendekati angka yang sama karena 50-60% akan menjadi limbah. Jika tidak ditangani dengan baik, limbah ini berpotensi mencemari badan air di sekitarnya, terutama di daerah terpencil yang rentan terhadap kerusakan lingkungan.

Belum lagi bicara sampah padat. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), rata-rata orang Indonesia menghasilkan sekitar 0,7 kg sampah per hari. Dari jumlah itu, sekitar 14% adalah sampah plastik. Artinya, 22.000 pekerja akan menghasilkan sekitar 15.400 kg sampah setiap hari, dengan lebih dari 2.000 kg berupa plastik sekali pakai. Sebagian besar logistik di site pertambangan pada umumnya dipasok dari luar wilayah. Ini artinya bahan makanan, air minum kemasan, produk sanitasi, dan alat pelindung diri (APD) semua dikemas dengan plastik. Tanpa sistem pengelolaan yang sistematis dan inovatif, plastik ini akan menumpuk menjadi ancaman ekologis tersendiri.

Di era Environmental, Social, and Governance (ESG), tanggung jawab perusahaan tambang tidak berhenti pada reklamasi lahan atau pemantauan emisi. Pengelolaan limbah domestik pekerja harus menjadi bagian penting dari strategi keberlanjutan mereka. Sayangnya, pengelolaan limbah padat dan cair sering kali masih dianggap urusan sekunder, bukan bagian dari sistem inti. Sebagian perusahaan memang telah memiliki wastewater treatment plant (WWTP) dan material recovery facility (MRF). Namun, skala dan efektivitasnya sangat beragam. Belajar dari negara lain, Norwegia, misalnya, mewajibkan perusahaan minyaknya untuk mengelola limbah padat dan cair secara mandiri di offshore platform dengan sistem waste-to-energy. Di Kanada, beberapa perusahaan tambang menggunakan komposter industri untuk mengolah limbah organik pekerja menjadi pupuk untuk revegetasi lahan bekas tambang. Sementara di Australia, inovasi berupa "eco camp" yaitu perumahan pekerja modular berbasis energi terbarukan dan sistem zero waste dikembangkan sebagai standar baru operasional pertambangan berkelanjutan.

Hari Lingkungan Hidup Sedunia adalah momentum refleksi: bahwa pengelolaan sampah dan limbah bukan hanya isu rumah tangga, tapi juga isu industri. Terutama di sektor tambang yang secara inheren membawa jejak ekologis yang besar. Jika setiap perusahaan tambang mulai memandang limbah pekerja sebagai bagian dari ekosistem lingkungan yang harus dikelola dengan standar tinggi. Pengelolaan sampah bukan sekadar kewajiban, tapi bentuk paling nyata dari hormat kita pada lingkungan dan manusia yang mengandalkannya. Oleh karena itu, dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia ini, mari kita dorong komitmen industri, terutama sektor ekstraktif untuk menjadikan pengelolaan limbah pekerja sebagai prioritas, bukan sekadar lampiran dalam dokumen AMDAL. Karena bumi yang sehat adalah hasil dari kepedulian kolektif, dimulai dari hal yang kita buang setiap hari.

Biografi singkat:

Kontan. Dr. dr. Tri Edhi Budhi Soesilo, M.Si

Dr. dr. Tri Edhi Budhi Soesilo, M.Si adalah seorang dokter dan akademisi lingkungan dari Universitas Indonesia yang telah mendedikasikan dirinya pada pendidikan dan pengawasan lingkungan hidup, khususnya di sektor pertambangan. Ia merupakan dosen tetap di Sekolah Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia (UI), dan menjabat sebagai Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan UI periode 2020–2024. Kepakarannya terletak pada bidang pemodelan lingkungan berbasis Systems Thinking dan System Dynamics, yang secara konsisten ia terapkan dalam riset, publikasi, dan pengambilan keputusan di bidang keberlanjutan.

Mengawali karier sebagai dokter, kecintaannya pada dunia pendidikan dan kepedulian terhadap isu keberlanjutan membawanya menekuni ilmu lingkungan. Sejak tahun 1999, ia telah menjadi tenaga ahli lingkungan untuk kegiatan pertambangan, termasuk sebagai anggota Review Panel Team (RPT) dalam proses Environmental Risk Assessment (ERA) PT Freeport Indonesia. Dalam kiprahnya, ia juga bekerja sama dengan Inspektorat Tambang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), melakukan kunjungan ke hampir seluruh wilayah tambang di Indonesia guna memastikan pengelolaan lingkungan berjalan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Dengan latar belakang lintas disiplin yang kuat yaitu kedokteran, lingkungan, dan pendidikan, Ia dikenal sebagai sosok yang menjembatani kepentingan kesehatan masyarakat, akademisi, dan tata kelola lingkungan dalam upaya mendorong praktik pertambangan yang berkelanjutan.

Kontan. Dr. Wezia Berkademi, S.E., M.Si

Dr. Wezia Berkademi, S.E., M.Si adalah seorang dosen tetap di Sekolah Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia (UI). Kepakarannya meliputi valuasi ekonomi sumber daya alam dan jasa lingkungan, serta pemodelan lingkungan menggunakan pendekatan Systems Thinking dan System Dynamics. Dalam kiprahnya, ia aktif mengembangkan analisis ekonomi terhadap dampak lingkungan dari berbagai aktivitas industri, termasuk sektor pertambangan. Melalui riset-risetnya, ia berkontribusi dalam pengembangan pendekatan valuasi ekonomi dan analisis biaya-manfaat (Cost-Benefit Analysis) yang digunakan untuk menilai risiko, kerugian, dan peluang dari kegiatan industri, khususnya dalam konteks keberlanjutan dan pengambilan keputusan berbasis bukti. Ia juga terlibat dalam penyusunan strategi investasi pengurangan risiko bencana bersama Bappenas, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang lebih inklusif dan ramah lingkungan. Dengan pendekatan interdisipliner yang kuat, ia menjembatani isu ekonomi, ekologi, dan kebijakan publik dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan di Indonesia. 

Selanjutnya: Terkena Profit Taking, Harga Emas Spot Turun ke US$ 3.385,2 Selasa (22/7) Sore

Menarik Dibaca: Dukung UMKM Naik Kelas, Pegadaian Perkuat Ekosistem Usaha Lewat Gaderian

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×