Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyoroti sektor manufaktur atau industri pengolahan non-migas yang masih menopang kinerja ekspor nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2025, sektor manufaktur menyumbang 72,55% dari total ekspor Indonesia, dengan nilai US$ 13,22 miliar.
Pada Agustus 2025 ekspor industri pengolahan non-migas mengalami kenaikan 7,91% secara tahunan (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Sektor Manufaktur Melambat, Serikat Pekerja Sarankan Tekan Impor & Pacu Daya Beli
Secara kumulatif sepanjang Januari hingga Agustus 2025, nilai ekspor sektor manufaktur telah mencapai US$ 104,43 miliar dan menyumbang 71,32% terhadap total ekspor nasional.
Sejalan dengan itu, Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) yang menjadi bagian dari sektor manufaktur menunjukkan kontribusinya sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan.
Pada periode Agustus 2025, IKFT mencapai pertumbuhan sebesar 6,70% secara tahunan (yoy).
Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kemenperin, Sri Bimo Pratomo menyampaikan bahwa capaian IKFT tersebut merupakan hasil dari penguatan struktur industri dalam negeri, peningkatan kinerja ekspor, serta dukungan kebijakan yang konsisten.
Baca Juga: Kebut Kinerja, Impack Pratama Industri (IMPC) Tambah Produk
IKFT sendiri berkontribusi sebesar 3,82% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
"Hal ini menunjukkan peran strategis sektor IKFT sebagai motor dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan,” ungkap Bimo dalam rilis yang disiarkan pada Sabtu (4/10).
Kinerja IKFT didukung oleh beberapa sub sektor yang tumbuh cukup signifikan, seperti Industri Bahan Galian Non Logam yang mencatat kenaikan tertinggi sebesar 10,07% pada triwulan II-2025.
Melonjak dibandingkan triwulan sebelumnya, di mana sub sektor ini sempat mengalami penurunan sebesar 1,68% pada triwulan I-2025.
Sub sektor industri kimia, farmasi, dan obat tradisional turut mencatat pertumbuhan, meningkat 9,39%. Jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2025 yang hanya sebesar 3,68%, maupun 4,47% pada triwulan IV-2024.
Industri kulit, barang kulit, dan alas kaki juga mengalami pertumbuhan, naik 8,31% dari sebelumnya 6,95% pada triwulan I-2025.
Baca Juga: Kinerja Sektor Manufaktur Tertahan Daya Beli Lemah
Sedangkan berdasarkan data BPS, ekspor alas kaki (HS 64) sepanjang Januari - Agustus 2025 mencapai US$ 5,16 miliar tumbuh 11,89% dibanding periode yang sama tahun 2024 sebesar US$ 4,61 miliar.
Sementara itu, ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dengan HS 50-63 meningkat 0,24% menjadi US$ 8,01 miliar dari sebelumnya US$ 7,98 miliar. Secara total, ekspor gabungan alas kaki dan TPT menembus US$ 13,17 miliar, naik 4,51% dibanding capaian tahun lalu yang sebesar US$ 12,59 miliar.
Selanjutnya, produk kimia (HS 38) mencapai nilai ekspor sebesar US$ 6,12 miliar. Menurut Bimo, kinerja sektor manufaktur secara umum selaras dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang masih bertahan di zona ekspansi dengan nilai mencapai 53,02 pada September 2025.
Berdasarkan hasil IKI selama tiga bulan terakhir, seluruh sub sektor IKFT konsisten pada fase pertumbuhan yang positif. Bimo bilang, Kemenperin berkomitmen untuk mendorong penguatan industri melalui kebijakan strategis.
Bagi sektor IKFT, langkah yang ditempuh meliputi peningkatan ekspor, menjaga serta menjamin ketersediaan bahan baku dan energi bagi industri dalam negeri, serta mendorong peningkatan utilisasi kapasitas produksi.
Baca Juga: Prospek Ekonomi 2026 Dinilai Tak Membaik, Pengusaha Manufaktur Pilih Wait and See
Direktorat Jenderal IKFT Kemenperin juga mendorong kebijakan hilirisasi, khususnya pada industri kimia berbasis minyak dan gas serta sektor bahan galian bukan logam.
Selain itu, penguatan basis ekspor pada komoditas andalan seperti tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki juga menjadi prioritas. “Tindakan strategis ini diharapkan dapat memperkuat daya saing industri nasional sekaligus mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan,” kata Bimo.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menekankan bahwa langkah strategis yang ditempuh berupa kebijakan hilirisasi dan subtitusi impor ditujukan untuk mencapai peningkatan nilai tambah dan kemandirian industri nasional.
Melalui kebijakan tersebut, pemerintah tidak hanya memperluas basis ekspor, tapi juga memperkuat ketahanan pasokan bahan baku dalam negeri.
Baca Juga: PMI Manufaktur Anjlok pada September 2025, Ini Respon Kadin
Komitmen ini turut diiringi dengan kerja sama internasional sebagai upaya membuka akses pasar yang lebih luas serta menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi investasi pada sektor industri.
Selanjutnya: Freeport Temukan Lima Pekerja Tewas Akibat Bencana Lumpur di Tambang Grasberg
Menarik Dibaca: Samsung Z Flip 7 Kenalkan Kamera Utama & Selfie yang Bisa Rekam di Kualitas 4K
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News