Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan) Sarwo Edhy menyatakan, pihaknya mengusulkan sejumlah skema jika pengelolaan pupuk subsidi diubah ke depannya.
Pertama, pupuk subsidi ini hanya digunakan untuk komoditas tertentu. “Jadi (subsidi pupuk hanya untuk) sebagian komoditas. Misalnya khusus padi, jagung, kedelai,” kata Edhy di Gedung DPR, Senin (5/4).
Kedua, subsidi pupuk hanya ditujukan untuk pupuk jenis Urea dan pupuk NPK. Edhy menyebut, kenyataan di lapangan, petani belum merasa melakukan pemupukan apabila belum menggunakan pupuk Urea dan NPK.
Baca Juga: Hingga Maret 2021, penyaluran pupuk subsidi mencapai 1,9 juta ton
“Sehingga bagaimana kalau misalnya pupuk subsidi ini khusus difokuskan ke urea dan NPK atau dengan pupuk organik karena kita ke depan akan konsentrasi ke organik misalnya,” terang dia.
Ketiga, pupuk subsidi hanya ditujukan bagi petani kecil dengan luas garapan 1 hektar. “Sehingga kalau sekarang alokasi pupuk 9 juta ton untuk 2 hektare maksimum, itu kalau batasan luasannya dibatasi hanya 1 hektare bisa memenuhi untuk 2 kali lipat,” ucap Edhy.
Ketua Komisi IV DPR Sudin menilai, jika subsidi pupuk dilakukan di hilir akan sulit dilakukan. Terlebih dengan ketersediaan data pendukung untuk menerapkan kebijakan tersebut yang dinilai masih belum baik.
“Kecuali Bulog ditugaskan untuk membeli anggaranya sekian, semua petani setornya ke Bulog. Bulog disubsidi, itu masih mungkin,” ujar Sudin.
Lebih lanjut, Kementerian Pertanian menyatakan harus ada sejumlah prasyarat jika ingin menerapkan subsidi langsung pupuk. Di antaranya, database petani penerima harus tersedia dan akurat (by name, by address, by luas lahan); kriteria petani penerima manfaat lebih selektif; adanya kepastian sistem pasokan, penyediaan, dan kualitas pupuk yang disediakan; kelompok tani sebagai jalur pembagian kartu harus kuat dan solid; dan pengawasannya optimal.
Kelebihan subsidi langsung di antaranya, subsidi diterima langsung oleh petani; harga input pertanian menjadi lebih bersaing, terutama di daerah yang mudah dicapai/infrastruktur lancar; penggunaan saprodi menjadi lebih optimal; mendorong diversifikasi usaha bagi petani.
Kekurangan subsidi langsung diantaranya, harga pupuk berpotensi naik, fluktuatif, dan berbeda antar wilayah sesuai kondisi infrastruktur dan sarana logistik; apabila terdapat time-lag antara waktu pemupukan dan penerimaan kartu/subsidi, maka petani memerlukan pembayaran tunai lebih besar dari kemampuan.
Sementara itu, jika ingin menerapkan subsidi input/harga dibutuhkan sejumlah prasyarat. Di antaranya, data petani penerima manfaat harus tersedia dan akurat (by name, by address, by luas lahan); selama masih menggunakan sistem tertutup melalui RDKK, maka perlu optimalisasi penyuluh dan peningkatan peran kelompok petani (poktan) dalam penyusunan RDKK, yang akurat dan tepat waktu, serta admin untuk proses entry sistem RDKK; meningkatkan peran pemerintah daerah dalam melakukan perencanaan kebutuhan.
Baca Juga: Pupuk Indonesia akan bangun sejumlah proyek baru, ini gambarannya
Kelebihan subsidi input/harga di antaranya, mendukung kedaulatan pangan karena skema subsidi berupa subsidi harga dapat meminimalisasi disparitas harga pasar pupuk bersubsidi (melalui penetapan HET) sehingga mampu dibeli petani; dan penyediaan pupuk bersubsidi lebih terjamin.
Kekurangan subsidi input/harga di antaranya, petani tidak merasakan subsidi secara langsung, sehingga berpotensi boros dalam penggunaannya; selama pengawasan Pemda dan KPPP belum optimal, masih akan terjadi penyimpangan subsidi seperti harga di atas HET dan penggunaan pupuk untuk tujuan lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News