kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kenapa generasi milenial masih enggan miliki properti?


Sabtu, 22 Februari 2020 / 08:20 WIB
Kenapa generasi milenial masih enggan miliki properti?


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sudah lima tahun bekerja di Jakarta, Deslina Rajagukguk masih betah tinggal di kos-kosan berukuran 3 x 3 meter di gang sempit Kawasan Kramat Sentiong. 

Padahal berprofesi sebagai seorang staf di sebuah kantor advokat di ibukota, ia sudah bergaji jauh di atas upah minimum regional (UMR). Jadi, bukan hal sulit sebetulnya jika dia punya rumah sendiri.

Deslina mengaku dirinya tetap punya keinginan tinggal di rumah miliknya, bukan menyewa. Tapi hingga kini, di usianya yang telah menginjak 27 tahun, dia belum berani beli rumah.

Baca Juga: BCA prediksi pertumbuhan kredit konsumer tahun ini masih lambat

Alasan pertama, dia sangat suka pelesiran. Tidak selalu mewah memang, malah lebih sering ia melancong dengan komunitas-komunitas backpacker. Tetapi dengan mematok minimal sekali sebulan menjelajahi tempat wisata, biaya yang harus dikeluarkan tetap terhitung besar.

Kedua, dia bercita-cita punya rumah tidak jauh dari tempatnya bekerja. Sementara harga rumah sesuai lokasi yang ia harapkan, tidak jauh dari ibu kota, sudah terlalu mahal saat ini.

Perkara mengumpulkan uang muka sebenarnya bukan persoalan bagi Deslina, yang ia khawatirkan hanya beban cicilan yang harus ditanggungnya ke depan.

"Saya takut nanti jadi gak bisa jalan-jalan karena punya cicilan. Lagi pula saya belum menikah, jadi nanti saja beli rumah kalau sudah berkeluarga, sambil cari-cari rumah yang lebih terjangkau," tuturnya pada Kontan.co.id

Cerita Deslina merupakan salah satu contoh kendala yang dihadapi kalangan millenial memiliki hunian. Sementara menurut Head of Research Savills Indonesia Anton Sitorus, potensi pasar properti dari generasi millenial ini sangat besar.

Baca Juga: Tanrise Property pasarkan apartemen Kyo Society tahap dua

Dari piramida penduduk Indonesia, populasi  yang paling besar berasal dari generasi ini dengan rentang usia 20- 35 tahun.

Anton mendorong pengembang maupun perbankan harus kreatif menawarkan produk dan kemudahan agar bisa menjaring pasar tersebut. Harus ada terobosan untuk mengakomodir kebutuhan gerasi millenial yang memang kebanyakan saat ini memiliki pendapatan yang tidak terlalu tinggi.

"Persoalan utama banyak millenial belum punya hunian saat ini adalah harga properti sudah terlalu tinggi sehingga bikin daya beli kelompok usia muda ini terbatas,"ujarnya.

Sementara di sudut berbeda, dua orang perempuan tampak serius bercengkrama di sudut kereta KRL tujuan Tanah Abang-Parung Panjang. Keduanya karyawati di sebuah perusahaan swasta di ibukota, terlihat dari tanda pengenal yang mengalung di lehernya. Terdengar salah satunya bercerita baru saja buka rekening di satu bank walaupun sebetulnya dirinya sudah punya rekening di bank lain.

Baca Juga: Waskita Realty bidik marketing sales Rp 2,4 triliun tahun 2020

Saat lawan bertanya alasannya, ia bilang bank baru itu punya beragam layanan yang memudahkan transaksi. Membuka rekening di bank itu juga tidak ribet, cukup mengisi data secara online lewat gadget.

PT Bank Tabungan Negara (BTN) menyadari peluang besar dan tantangan dari pasar millenial itu. Itu sebabnya, bank pelat merah ini kian gencar mendekatkan diri dengan generasi millenial.

Beragam terobosan pun sudah dilakukan, salah satunya, meluncurkan program KPR millenial yang diberi nama KPR Gaesss yang jadi solusi atas kendala yang dihadapi dalam mengumpulkan uang muka dan kempuan mencicil. Intinya, tenor KPR ditawarkan yang lebih panjang  dengan uang muka ringan. 

Dengan uang muka ringan, tidak perlu pusing tujuh keliling untuk segera memesan hunian di lokasi yang  diinginkan. Sementara dengan tenor panjang maka cicilan konsumen setiap bulannya bisa jadi lebih ringan.

Baca Juga: Catat, sektor-sektor ini bisa menjadi andalan di tengah ketidakpastian global

"KPR Gaess ditawarkan dengan mulai dari 1% dan tenor hingga 30 tahun," kata Executive Vice President Nonsubsidized Mortgage & Consumer Lending Division (NSLD) Bank BTN Suryanti Agustinar pada KONTAN baru-baru ini.

BTN juga sudah punya aplikasi BTN Properti Mobile versi Android yang memungkinan generasi milenial dapat mengajukan KPR lewat gadget. Dengan fitur 4D Tour Services yang di aplikasi, nasabah bisa melihat unit rumah tanpa harus ke lokasi.

Direktur Utama BTN Pahala N. Mansury mengungkapkan, BTN akan terus berinovasi sehingga tidak hanya dikenal sebagai bank KPR tetapi juga semakin diminati masyarakat terutama kelompok millenial untuk menempatkan dananya. "Kami ingin dikenal terkenal sebagai bank tabungan sesuai dengan namanya," ujar Pahala.

Inovasi baru yang dilakukan BTN tahun 2020 di usianya yang sudah 73 tahun adalah meluncurkan aplikasi mobile banking. Aplikasi itu dipoles dengan user interface baru yang dinamis, modern, menarik, dan nyaman bagi pengguna.

Dengan polesan itu diharapkan pengguna mobile banking BTN meningkat jadi 2,7 juta tahun ini dari 1,17 juta tahun lalu.

Baca Juga: Emiten semen bisa mengalap berkah dari pemangkasan suku bunga BI

Ke depan, BTN juga akan melengkapi mobile banking dengan fitur online onboarding agar pembukaan rekening bisa dilakukan secara online dari handphone. Fitur itu ditargetkan akan dirilis akhir kuartal I atau awal kuartal II 2020. Inovasi itu diharapkan akan mendorong peningkatan dana murah BTN.

Bank BCA juga terus melanjutkan inovasi dalam rangka digitalisasi layanan. Bank ini sudah punya layanan pembukaan rekening secara online dalam aplikasi mobile banking. Fitur itu dirilis April 2019 dan sudah ada 500.000 pembukaan rekening BCA secara online tahun lalu.

Tak hanya itu, BCA juga sudah memiliki layanan halo BCA berbasis chat WhatsApp. Dirilis tahun 2019, layanan ini baru bisa digunakan untuk mendapatkan informasi saja.

Nantinya, BCA akan mengembangkan layanan Whattsap agar bisa melayani pengaduan nasabah. "Akan terus dikembangkan fitur-fitur baru dalam rangka inovasi digital. Tapi intinya mobile platform akan menjadi yang utama di BCA," kata Santoso Liem, Direktur BCA, Jumat (21/2).

Bank BRI juga gencar melakukan hal serupa. Memiliki layanan pembukaan rekening online dan punya credit card mobile atau aplikasi yang memungkinkan nasabah mengakses layanan kartu kredit lewat gadget, bank ini tidak akan berhenti melakukan inovasi baru untuk memberi kemudahan bagi nasabah.

Indra Utoyo, Direktur BRI mengungkapkan, telah menyiapkan capex Rp 3,7 triliun untuk pengembangan IT dan digital tahun ini. Sedangkan BCA menyiapkan capex Rp 5,2 triliun dan BTN menganggarkan Rp 500 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×