kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.923.000   8.000   0,42%
  • USD/IDR 16.335   -60,00   -0,37%
  • IDX 7.167   24,52   0,34%
  • KOMPAS100 1.045   4,88   0,47%
  • LQ45 815   2,85   0,35%
  • ISSI 224   0,76   0,34%
  • IDX30 426   1,90   0,45%
  • IDXHIDIV20 505   1,29   0,26%
  • IDX80 118   0,58   0,49%
  • IDXV30 120   0,61   0,51%
  • IDXQ30 139   0,24   0,17%

Komite Daging: Revisi UU Peternakan belum mendesak


Senin, 23 Desember 2013 / 21:48 WIB
Komite Daging: Revisi UU Peternakan belum mendesak
ILUSTRASI. Ingin Memiliki Bayi Perempuan? Coba Konsumsi 5 Makanan Sehat Ini


Reporter: Ferry Hidayat | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Ketua Komite Daging (KDS) DKI Jakarta Sarman Simanjorang menilai revisi terhadap UU No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan belum mendesak untuk dilakukan sekarang.

"Saya melihat, sebenarnya belum perlu dilakukan revisi. Kita ingin tahu arah, tujuan dan urgensi adanya revisi UU tersebut. Pemerintah harus memberikan penjelasan, jangan sampai ada kepentingan-kepentingan di sana," kata Sarman saat diklarifikasi di Jakarta, Senin (23/12).

Sarman mendesak pemerintah harus segera melakukan sosialisasi terkait rencana tersebut karena aturan yang menjelaskan adanya perubahan sistem impor dari model  berbasis negara menjadi berbasis zona, dinilai Sarman akan menimbulkan masalah baru. "Sisi kehalalan dan keamanan bebas dari penyakit kaki dan mulut perlu dipertanyakan," ujarnya.

Sarman yang juga merangkap sebagai Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta ini menjelaskan bahwa selama ini impor daging dari Australia dan Selandia Baru tidak menemui masalah baik dari segi kehalalan dan jaminan kesehatannya.

Oleh karenanya, dia menilai revisi terhadap UU tersebut tidak menjadi urgensi yang mendesak untuk diimplementasikan.

"Yang jelas kita dari pengusaha berharap, agar ke depan pemerintah mampu menjaga kebutuhan demand dan supply. Sehingga, ada jaminan bagi dunia usaha, pemerintah mengklaim, bahwa stok daging kita tersedia. Tapi pada kenyataannya, tidak tersedia. Di sisi lain, keran impor dibatasi. Maka, terjadi ketimpangan supply dan demand," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan berencana merevisi UU No 18/2009 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Alasannya, agar terbebas dari ketergantungan daging impor Australia melalui perubahan sistem.

Gita menargetkan revisi akan selesai dibahas pada Januari mendatang dan saat ini tengah memasuki tahapan pembahasan daftar inventaris masalah (DIM).

Gita menuturkan bila sistem impor daging berbasis zona, maka Indonesia dapat mengambil dari Brazil dan India yang harganya lebih murah, dibandingkan sapi Australia.

Mendag menyampaikan bahwa harga daging beku dari India diperkirakan sekitar Rp 55 ribu-Rp 65 ribu per kilogram. Angka ini jauh lebih hemat dibandingkan dengan Australia yang mencapai Rp 80 ribu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×