Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
Dihubungi terpisah, Investor Relations PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) Ravenal Arvense menjelaskan bahwa produk building components WOOD, seperti plywood dan flooring mendapatkan pengecualian tarif AS berdasarkan Annex II.
Dengan begitu, produk building components WOOD tetap dapat diekspor ke AS tanpa dikenakan tarif tambahan.
Hanya saja, produk furnitur WOOD tidak termasuk dalam pengecualian tarif tersebut, sehingga pembeli di AS akan dikenakan tarif resiprokal 19%.
Namun, Ravenal menyampaikan secara umum pemberlakuan tarif resiprokal 19% terhadap produk furnitur tidak mengubah harga jual produk WOOD, karena perusahaan tetap mempertahankan strategi harga yang kompetitif.
"Dampaknya juga relatif minim terhadap kinerja perseroan, mengingat fokus utama ekspor kami adalah building components yang mendapatkan pengecualian tarif, dan kini menyumbang sekitar 70% dari total pendapatan ekspor," ungkap Ravenal saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (7/9).
WOOD turut menjalankan strategi diversifikasi pasar, terutama dengan memperluas ekspor ke Eropa dan Timur Tengah. "Dua pasar dengan permintaan yang kuat, terutama untuk flooring dan aluminium outdoor furniture," imbuh Ravenal.
Baca Juga: IISIA Ungkap Prospek Industri Baja di Tengah BMAD China dan Tarif Resiprokal AS
Sementara itu, PT DFI Retail Nusantara Tbk (HERO) optimistis bisa menangkap peluang dari pasar furnitur di dalam negeri melalui merek ritel perlengkapan rumah asal Swedia, IKEA.
Head of Communications and Corporate Affairs DFI Retail Nusantara, Diky Risbianto mengungkapkan IKEA akan terus memperkuat kemitraan dengan pemasok lokal.
Langkah itu sebagai strategi mempercepat distribusi produk dan menurunkan ketergantungan pada rantai pasokan global yang masih belum sepenuhnya stabil pasca-pandemi.
Sekaligus meningkatkan daya saing dengan menawarkan harga yang lebih terjangkau, dengan tetap mempertahankan kualitas dan desain produk yang telah dikenal oleh pelanggan.
Secara bisnis, Diky menyampaikan digitalisasi dan peningkatan channel e-commerce menjadi faktor penting yang dapat mendukung peningkatan penjualan.
Baca Juga: APSyFI Soroti Ketimpangan Strategi Dagang Jelang Negosiasi Tarif AS
"Indonesia memiliki prospek yang cukup baik untuk industri furnitur, hal ini juga seiring meningkatnya permintaan akan furnitur yang praktis, multifungsi, serta desain modern," tandas Diky.
Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza sebelumnya mengungkapkan bahwa tren saat ini mengarah pada permintaan furnitur ramah lingkungan, terintegrasi dengan teknologi (smart features), desain multifungsional, modular dan customized.
"Pasar juga didukung oleh kebutuhan furnitur pada bisnis pariwisata dan hospitality, serta kebutuhan pemukiman dan perkantoran," ungkap Faisol.
Faisol menyoroti kebijakan tarif resiprokal bisa membuka peluang bagi produk furnitur asal Indonesia untuk mencuil pangsa pasar furnitur China di AS. Sebab, China yang selama ini merupakan eksportir utama ke AS dikenakan tarif yang lebih tinggi dari Indonesia.
Baca Juga: Ekspor Furnitur Kayu ke AS Masih Tertekan Meski Tarif Diturunkan Jadi 19%
Tetapi Faisol mengingatkan pelaku industri mesti memacu inovasi produk dengan mengembangkan desain unik atau produk bernilai tambah tinggi untuk menarik minat pembeli di AS. Di sisi yang lain, jika terjadi penurunan ekspor, Faisol berharap hal ini akan bisa memicu peningkatan penjualan di dalam negeri.
Sebagai informasi, berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, Indonesia memiliki 645 sentra furnitur.
Merujuk data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), saat ini terdapat sekitar 2.000 perusahaan furnitur yang beroperasi di Indonesia dengan berbagai skala (kecil, menengah dan besar).
Selanjutnya: Isu Radioaktif Hantam Industri Udang, Harga Anjlok hingga 30%
Menarik Dibaca: Dilirik Asing, Saham REAL Jadi Sorotan di Bursa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News