kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menilik persoalan minimnya cadangan minyak Indonesia


Minggu, 23 Februari 2020 / 19:24 WIB
Menilik persoalan minimnya cadangan minyak Indonesia
ILUSTRASI. Petugas mengecek jaringan pipa minyak di kilang unit pengolahan (Refinery Unit) V, Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (23/10/2019). Refinery Unit V memiliki kapasitas pengolahan minyak mentah 260 MBSD setara 25 persen dari kapasitas 'intake' nasional dan


Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski memiliki wilayah yang luas, bukan berarti Indonesia lantas menjadi pemilik cadangan minyak terbesar di dunia.

Belum lama ini,mantan Wakil Menteri Energi Sumber Daya Indonesia Arcandra Tahar menyebut, cadangan minyak terbukti di Indonesia berada di bawah level 3 miliar barel. Jumlah tersebut hanya setara 0,2% dari total cadangan minyak dunia.

Ia juga berujar, cadangan minyak Indonesia bahkan disebut kalah banyak dibandingkan negara tetangga, Malaysia.

Baca Juga: Kementerian ESDM siap dorong pengajuan rencana pengembangan lapangan migas di 2020

Menanggapi hal tersebut, Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Julius Wiratno mengaku, minimnya cadangan minyak di Indonesia lantaran belum banyak penemuan cadangan baru dalam skala besar.

“Ini berkaitan juga dengan minimnya investasi di bidang eksplorasi migas,” kata dia, Jumat (21/2).

Berdasarkan data Kementerian ESDM, tahun lalu realisasi investasi di sektor migas tercatat sebesar US$ 12,5 miliar atau di bawah target sebesar US$ 13,8 miliar.

Jika dirinci, tahun lalu realisasi investasi di sektor hulu mencapai US$ 11,5 miliar sedangkan sektor hilir sebesar US$ 1 miliar.

Dalam keterangan pers, Rabu (19/2) lalu, Kementerian ESDM menargetkan total nilai investasi di sektor migas bisa mencapai US$ 117 miliar hingga tahun 2024. Khusus di tahun 2020, nilai investasi migas ditargetkan sebesar US$ 15 miliar.

Julius melanjutkan, untuk mencari cadangan minyak baru mau tidak mau diperlukan eksplorasi yang masif. Penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR) juga mesti terus dilakukan pada tiap proyek migas di samping reaktivasi sumur-sumur minyak yang barangkali masih bisa berkontribusi.

Baca Juga: Ini kata pengamat soal dampak wabah virus corona ke sektor tambang

Ia pun menekankan, untuk menjalankan kegiatan eksplorasi cadangan minyak yang agresif, dibutuhkan insentif dari pemerintah. Tak hanya sekadar peningkatan target nilai investasi di sektor hulu migas, namun juga dalam bentuk regulasi yang memudahkan proses investasi itu sendiri.

“Tentu saja mesti diberlakukan fair reward dan punishment untuk menjaga keseimbangan bisnis migas,” tambah dia.

Direktur Utama Pertamina EP Nanang Abdul Manaf berkomentar, minimnya cadangan minyak di Indonesia merupakan alarm bagi seluruh pelaku usaha migas. Apalagi, hal ini berkaitan dengan ketahanan energi nasional.

Setali tiga uang, Nanang mengaku, dibutuhkan banyak investor besar untuk bisa mendorong perusahaan-perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mencari cadangan minyak baru yang signifikan.

“Sekelas lapangan Banyu Urip yang bisa produksi migas di atas 200.000 bopd saja sekarang areanya makin sulit, berisiko, dan butuh investasi mahal,” ungkap dia, akhir pekan lalu.

Baca Juga: Pertamina EP: Koreksi harga minyak akibat virus corona bisa pengaruhi pendapatan

Terlepas dari itu, Nanang memastikan pihak Pertamina EP akan terus melakukan kegiatan eksplorasi guna mencari cadangan migas baru. Terlebih, di tahun ini Pertamina EP menargetkan pengeboran 108 sumur pengembangan dan 10 sumur eksplorasi.

Catatan Kontan, Pertamina EP memiliki beberapa strategi untuk mencari cadangan minyak baru. Di antaranya adalah mencoba konsep baru di mature area, evaluasi pengeboran, meningkatkan rasio kesuksesan eksplorasi, serta memaksimalkan clustering eksplorasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×