Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang selama ini dipatok US$ 6 per MMBTU akan mengalami kenaikan. Hal ini disampaikan Bahlil di Istana Kepresidenan, kemarin.
“Secara prinsip, HGBT akan diperpanjang, tetapi ada penyesuaian harga. Tidak lagi US$ 6, karena harga gas dunia saat ini sedang naik,” kata Bahlil, Rabu (22/1).
Menurut Bahlil, skema baru ini akan membedakan harga berdasarkan penggunaan gas. Untuk gas yang digunakan sebagai energi, harganya diperkirakan naik menjadi sekitar US$ 7 per MMBTU. Sementara, untuk kebutuhan bahan baku industri, harganya akan ditetapkan di bawah US$ 7 per MMBTU.
“Gas untuk energi kemungkinan sekitar US$ 7, sedangkan untuk bahan baku mungkin sekitar US$ 6,5. Kami sedang merumuskan formula finalnya,” jelasnya.
Selain soal harga, Bahlil menegaskan kebijakan HGBT tetap berlaku untuk tujuh sektor industri yang sudah ditetapkan sebelumnya. Usulan dari Kementerian Perindustrian untuk memperluas sektor penerima HGBT belum dapat diakomodasi.
Baca Juga: Program HGBT Berlanjut, FIPGB Minta Harga Gas Industri Tetap US$ 6 per MMBTU
Menurut Bahlil, pemerintah harus berhati-hati agar kebijakan ini tetap berkelanjutan dan tidak mengganggu stabilitas pasokan gas nasional.
Bahlil menambahkan, pemerintah sedang mempertimbangkan durasi baru bagi kebijakan HGBT. Kebijakan tersebut kemungkinan akan diperpanjang hingga lima tahun ke depan, dengan evaluasi dilakukan setiap tahun.
“Bukan hanya setahun. Kami sedang merancang kebijakan yang mungkin berlaku beberapa tahun, sekitar lima tahun, tetapi tetap akan dievaluasi per tahun,” tuturnya.
Catatan Kontan, Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) mengapresiasi keputusan pemerintah yang melanjutkan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) pada 2025. Mereka juga meminta harga gas dalam program HGBT tetap di level US$ 6 per MMBTU.
Ketua Umum FIPGB Yustinus Gunawan menyambut baik langkah pemerintah yang memastikan kelanjutan program HGBT. Program ini sangat dibutuhkan untuk mencegah ancaman deindustrialisasi mengingat industri manufaktur nasional dihantam oleh berbagai tantangan dalam beberapa tahun terakhir.
FIPGB juga menyebut, potensi perluasan sektor penerima HGBT akan bergantung dari kebijakan pemerintah dengan mempertimbangkan target pertumbuhan ekonomi nasional di kisaran 5% pada 2025 sebagai fondasi dasar untuk mencapai pertumbuhan 8,3% pada 2027 mendatang.
“Sektor industri yang layak menerima HGBT diketahui oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) karena masing-masing perusahaan manufaktur sudah memadukan data, sehingga Kemenperin bisa menilai kelayakannya,” ujar dia, Rabu (22/1).
Baca Juga: Harga Gas Murah Berlanjut, Inaplas Berharap Harga Tetap US$ 6 per MMBTU
Lebih jauh, FIPGB sangat berharap tarif gas melalui program HGBT tahun ini tidak lebih dari US$ 6 per MMBTU demi menjaga daya saing industri manufaktur dalam menghadapi kompetisi regional dan global.
Yustinus yakin, seharusnya pemerintah bisa mengakomodasi harga gas tersebut berdasarkan data-data acuan yang ada. "HGBT yang ditetapkan dapat menjadi daya tarik untuk foreign direct investment (FDI)," jelas dia, Rabu (22/1).
Dia menambahkan, regulasi dan implementasi HGBT harus segera ditetapkan secara definitif, termasuk adanya ketentuan keharusan pasokan volume gas sesuai alokasi serta tanpa ada pembatasan kuota pemakaian gas yang ditetapkan oleh pihak penyalur.
Saat ini, para pelaku usaha masih harus menanggung harga gas komersial sebesar US$ 16,77 per MMBTU oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dari Januari-Maret 2025. Akibat harga gas yang mahal, para produsen manufaktur mulai mengurangi produksi.
"Ini berarti juga ada pengurangan jam kerja atau membatasi lembur bagi industri yang beroperasi selama 24 jam non-stop," tandas dia.
Selanjutnya: Forum Rektor Indonesia Dukung Pemberian Lahan Tambang untuk Perguruan Tinggi
Menarik Dibaca: Cara Menurunkan Gula Darah dengan Cepat saat Darurat di Rumah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News