kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.009.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.440   10,00   0,06%
  • IDX 7.802   65,52   0,85%
  • KOMPAS100 1.089   10,48   0,97%
  • LQ45 793   4,55   0,58%
  • ISSI 266   4,02   1,53%
  • IDX30 411   2,13   0,52%
  • IDXHIDIV20 477   2,24   0,47%
  • IDX80 120   1,29   1,08%
  • IDXV30 131   2,92   2,28%
  • IDXQ30 132   0,22   0,17%

Meski Indeks Manufaktur Membaik, Industri Sepatu Lokal Tetap Lesu


Selasa, 02 September 2025 / 17:40 WIB
Meski Indeks Manufaktur Membaik, Industri Sepatu Lokal Tetap Lesu
ILUSTRASI. Para pengusaha alas kaki domestik rupanya tak ikut merasakan euforia pertumbuhan indeks manufaktur Indonesia.


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Para pengusaha alas kaki domestik rupanya tak ikut merasakan euforia pertumbuhan indeks manufaktur Indonesia.

S&P Global mencatat PMI (Purchasing Managers’ Index) Manufaktur Indonesia akhirnya keluar dari zona kontraksi menjadi 51,5 pada bulan Agustus 2025. Untuk diketahui, capaian ini melanjuti pertumbuhan bulan Juli yang naik menjadi 49,2 dari level 46,9 pada bulan sebelumnya. Pun, level saat ini menjadi yang tertinggi sejak bulan April, ketika indeks pertama kali terjerembab ke zona kontraksi tahun ini.

Sejalan dengan itu, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) versi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) selama kuartal III-2025 ini menunjukkan tren positif, dengan posisi bulan Agustus 2025 dilevel 53,55, tumbuh dari 52,89 pada bulan Juli dan 51,84 pada bulan Juni.

Baca Juga: PMI Manufaktur Sentuh Fase Ekspansif, Menperin: Industri Butuh Iklim Kondusif

Namun, Himpunan Pengusaha Alas Kaki Nusantara (Hipan) menyebut kondisi sektor alas kaki (footwear) tak sejalan dengan tanda-tanda pemulihan industri manufaktur.

Ketua Umum Hipan David Chalik mengungkap, sektor alas kaki sudah mengalami stagnasi sejak momentum Ramadhan dan Idul Fitri. Dengan kata lain, usaha-usaha kini sebatas berjalan tanpa adanya peningkatan, baik dari sisi produksi maupun penjualan. 

“Malah kecenderungannya menurun karena banyak dibanjiri oleh barang-barang impor dari China. Bahkan, brand-brand lokal pun tidak sedikit yang produknya dari China. Dari sisi manufakturnya itu jelas menurun. Nah dari sisi penjualan, di offline itu sangat menurun, sementara penjualan online mungkin bergerak tapi tidak signifikan,” kata David kepada Kontan, Selasa (2/9/2025).

David membeberkan penurunan penjualan offline mencapai kisaran 30% jika dibanding tahun lalu. Sementara pada penjualan online, trennya cenderung flat tanpa pertumbuhan.

Kondisi ini terjadi pada pasar domestik maupun ekspor. Kalaupun ada pertumbuhan, David bilang itu lebih dirasakan oleh pengusaha yang memproduksi merek besar macam Nike, Puma, dan Adidas. Namun, pengusaha-pengusaha yang menggantungkan diri ke pasar domestik masih cenderung tertekan.

Perluasan pasar ke ranah ekspor pun tak mudah dilakukan dengan adanya sejumlah trade barrier, termasuk terkait bahan dan kandungan bahan yang digunakan untuk produksi.

“Kadang-kadang ketidaktahuan dari para pelaku usaha, khususnya industri menengah dan kecil, cukup menghambat. Walaupun pemerintah sudah berupaya untuk melakukan perjanjian bilateral antara negara-negara, tapi kitanya belum siap,” kata David.

Baca Juga: PMI Manufaktur Agustus 2025 Kembali Ekspansi, Begini Respons dari Pelaku Industri

Tertekan Produk Impor

Produk impor murah yang membanjiri pasar menjadi penyebab utama kemunduran sektor alas kaki domestik. Produk-produk dumping yang tak ditangani dengans serius membuat produk lokal tak bisa bersaing secara harga. 

“Dibandingkan dengan kami, produksi lokal, justru dibebani dengan pajak, dibebani dengan nilai tukar dolar karena material kami (dibeli) dalam dolar. Kita ini belum siap bersaing saat barang-barang jadi impor tersebut diberikan kemudahan untuk masuk. Misalnya mereka tidak kena kewajiban TKDN, SNI, dan lain sebagainya. Sedangkan kita barang lokal memiliki kewajiban untuk SNI, TKDN. Itu perlu biaya yang juga masuk dalam cost structure,” jelas David.

Nah, dukungan pemerintah untuk memperampingkan struktur modal pengusaha-pengusaha alas kaki menjadi penting, selain upaya nyata untuk membatasi barang impor. Meski ada insentif sekalipun, produk lokal tetap sulit bersaing jika tak ada aliran produk impor tetap tak terkontrol.

David bilang pengusaha sangat mengharapkan keberpihakan pemerintah kepada pengusaha lokal, apalagi mengingat sektor alas kaki merupakan industri padat karya yang sudah menjadi kekuatan bangsa sejak 20 tahun terakhir. 

“Harapannya kami punya kesempatan yang sama untuk bermain di dalam negeri karena saat ini hampir 90% produk di pasar adalah barang impor. Kami ingin bisa menguasai pasar dalam negeri dan juga punya kesempatan untuk ekspor,” kata David. 

Baca Juga: Hati-Hati, Ekspansi Manufaktur Bisa Goyah Akibat Kericuhan Sosial yang Meluas

Selanjutnya: Emas Cetak Rekor, Harga Saham Emiten Emas Terbang

Menarik Dibaca: Rekomendasi 6 Tontonan Dokumenter Netflix Penuh Fakta Mengejutkan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

[X]
×