Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan pemerintah tengah membahas relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga untuk PT Freeport Indonesia (PTFI).
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menyatakan keputusan terkait hal ini kemungkinan akan diambil dalam bulan ini.
“Kemungkinan (keputusannya bulan ini), tapi kepastian itu hanya milik yang di atas,” kata Tri ditemui usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2).
Keputusan akhir tidak berada di tangan Kementerian ESDM saja, melainkan melibatkan koordinasi lintas kementerian serta pembahasan dalam rapat terbatas bersama Presiden. Hingga kini, pemerintah belum memberikan persetujuan ekspor bagi Freeport, termasuk belum menentukan kuota yang akan diberikan jika izin akhirnya dikeluarkan.
Baca Juga: UU Minerba Baru Dinilai Berpotensi Hambat Target Hilirisasi Pemerintah, Ini Alasannya
“Jangan berbicara jumlahnya dulu, kita bicara sudah dikasih izinnya apa belum dulu,” kata Tri.
Sebelumnya, Freeport meminta pemerintah untuk kembali membuka izin ekspor konsentrat tembaga pada tahun ini. Menurut Tony, berdasarkan ketentuan dalam izin usaha pertambangan khusus (IUPK), ekspor dapat dilakukan jika terjadi keadaan kahar (force majeure). Namun, regulasi Kementerian ESDM masih perlu disesuaikan untuk mengakomodasi situasi ini.
Direktur Utama PTFI, Tony Wenas, menyatakan bahwa akibat terhentinya operasional smelter, PT Smelting di Gresik hanya mampu menyerap sekitar 40% dari total konsentrat tembaga yang dihasilkan Freeport di Papua.
Kondisi ini menyebabkan sekitar 1,5 juta ton konsentrat tembaga menjadi idle atau tidak terpakai. Menurut Tony, jika ekspor tetap dilarang, negara berpotensi kehilangan pendapatan hingga Rp 65 triliun per tahun.
“Dari total nilai ekspor yang bisa lebih dari US$ 5 miliar, negara berpotensi kehilangan pendapatan sebesar US$ 4 miliar atau sekitar Rp 65 triliun dari berbagai sumber seperti bea keluar, royalti, dividen, dan pajak,” kata Tony.
Baca Juga: Freeport Tak Ekspor Konsentrat Tembaga Potensi Pendapatan Negara Hilang Rp 65 Triliun
Rincian potensi kehilangan penerimaan negara tersebut meliputi: Dividen: US$ 1,7 miliar (Rp 28 triliun), Pajak: US$ 1,6 miliar (Rp 26 triliun), Bea keluar: US$ 0,4 miliar (Rp 6,5 triliun), Royalti: US$ 0,3 miliar (Rp 4,5 triliun).
Selain itu, larangan ekspor juga berdampak pada pendapatan daerah yang diperkirakan akan berkurang hingga Rp 5,6 triliun pada 2025. Provinsi Papua Tengah diprediksi mengalami penurunan pendapatan Rp 1,3 triliun, Kabupaten Mimika Rp 2,3 triliun, dan kabupaten lain di Papua Tengah Rp 2 triliun.
Tony juga menyoroti dana kemitraan untuk pengembangan masyarakat yang berasal dari 1% revenue Freeport juga akan berkurang sekitar Rp 1 triliun jika larangan ekspor tetap berlaku.
Selanjutnya: BI Diprediksi Pertahankan Suku Bunga di Level 5,75% Hingga Akhir 2025
Menarik Dibaca: Ibu Hamil Direkomendasikan Vaksin Berikut Ini agar Kesehatan Optimal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News