Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Freeport Indonesia (PTFI) mengungkap produk hilirisasi tembaga dalam bentuk katoda tembaga yang diproduksi smelter tembaga mereka di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik JIIPE, Jawa Timur berpotensi seluruhnya akan diekspor keluar negeri.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas menyebut langkah ini dilakukan sebab Freeport melihat kondisi pasar di dalam negeri yang belum siap untuk menyerap produk hilirisasi tembaga ini.
"Dengan bangun smelter kapasitas output 600.000 ribu ton, dengan kondisi pasar yang ada di dalam negeri sekarang, itu 100% diekspor," ungkap Tony dalam paparannya di acara Indonesia Mining Summit 2024, yang dilaksanakan di Jakarta, Rabu (04/12).
Untuk diketahui, Freeport yang digerakan anak usahanya, PT Smelting saat ini telah memiliki smelter tembaga dengan Design Single Line terbesar di dunia. Smelter tersebut mampu memurnikan konsentrat tembaga dengan kapasitas produksi 1,7 juta ton dan menghasilkan katoda tembaga hingga 600.000 ton per tahun.
Baca Juga: MIND ID Optimistis Cetak Laba Rp 35 Triliun Tahun Ini
"Jadi kalau ditanya apakah industri dalam negeri sudah mampu menyerap itu? Jawabannya adalah belum, karena yang sudah ada sekarang saja belum bisa diserap, apalagi yang baru," tambah Tony.
Ia menambahkan, dibanding dengan jenis mineral lainnya nilai tambah terbesar pada tembaga terletak pada konsentrat tembaga, bukan pada bentuk bijih atau ore.
"Nilai tambah terbesar dari tembaga sejenis kami dan AMMN adalah di konsentrat tembaga 95% nilai tambahnya. Kalau ore (tembaga) nilai tambahnya hampir gak ada, gak laku juga," katanya.
Tony menambahkan, kesiapan ekosistem hiliriasasi tambang termasuk untuk tembaga menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi semua pihak, karena proses hilirisasi harus didukung pula dari sektor manufaktur yang sudah siap menerima produk hilirisasi
"Memang PR kita bersama, supaya hilirisasi dari perusahaan tambang kan sampai 99,9% dari situ masuk ke manufakturing, nah ini yang belum terlalu muncul," ungkapnya.
Dalam catatan Kontan, sulitnya penyerapan produk hilirisasi tambang termasuk tembaga dalam negeri juga diamini oleh Executive Director Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia.
Menurut Hendra, Industri mid-downstream dan industri manufaktur downstream yang berbasis tembaga memang masih belum banyak atau besar untuk dapat menyerap produksi tembaga katoda yang dihasilkan.
"Dengan demikian terpaksa produk katoda tembaganya diekspor, karena secara global memang kebutuhan katoda tembaga dunia memang lebih tinggi dari pada produksi katoda," ungkapnya saat dihubungi Kontan, Kamis (28/11).
Baca Juga: Tinggal Sebulan Lagi, Smelter Freeport Masih Belum Beroperasi Normal,
Selanjutnya: Harga Baja Masih Tertekan, Simak Prospek dan Rekomendasi Sahamnya
Menarik Dibaca: Hadirkan Ekosistem Hunian Sewa Komprehensif, Ini Deretan Produk Hunian dari Rukita
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News