kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pembeli hunian TOD MRT dibatasi maksimal berpenghasilan Rp 18 juta per bulan


Jumat, 29 November 2019 / 10:21 WIB
Pembeli hunian TOD MRT dibatasi maksimal berpenghasilan Rp 18 juta per bulan
ILUSTRASI. Suasana pembangunan rumah susun terintegrasi dengan sarana transportasi atau 'Transit Oriented Development' (TOD) di samping Stasiun Kereta Api (KA) Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Kamis (13/6/2019). Pembangunan hunian TOD Tanjung Barat hasil kerja sama P


Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kawasan Berbasis Transit atau Transit Oriented Development (TOD) yang dikembangkan PT MRT Jakarta sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 67 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kawasan Berorientasi Transit akan mencakup hunian terjangkau (affordable housing).

Hunian dengan harga terjangkau ini untuk mengakomodasi first time home buyer atau pembeli rumah pertama. Termasuk para generasi milenial.

Baca Juga: Laba bersih Modernland Realty melesat jadi Rp 248 miliar

"Oleh karena itu jumlah penghasilan dibatasi, maksimal Rp 18 juta per bulan. Ini agar hunian TOD dapat diakses luas oleh masyarakat," ujar Presiden Direktur PT MRT Jakarta William Sabandar, di Jakarta, Rabu (27/11).

Dengan adanya batas maksimal penghasilan ini, pengembangan hunian terjangkau diharapkan tepat sasaran, yakni kalangan menengah ke bawah dengan mobilitas tinggi.

Adapun konsep hunian yang bakal dibangun mengacu pada satuan rumah susun dengan ketentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) di masing-masing TOD.

Baca Juga: Pasar properti masih lesu, ini strategi Jakarta Urban (URBN) pertahankan kinerja

KLB sendiri merupakan angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai bangunan yang dapat dibangun dengan luas lahan yang tersedia. Artinya, nilai KLB nantinya akan menentukan berapa luas lantai keseluruhan bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun. 

Namun terkait KLB ini, William mengungkapkan, akan ditambah persentasenya guna menarik minat investor atau pengembang properti untuk bersama-sama membangun TOD sebagai bagian dari upaya pembangunan perkotaan berkelanjutan (urban regeneration and sustainability).

"Hunian vertikal atau rumah susun ini kan menghemat lahan. Lahan yang ada bisa dikembangkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Makanya kami bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merancang penambahan KLB ini," ungkap William.

Baca Juga: Rencanakan Proyek TOD baru, URBN bakal akuisisi lahan di Jakarta Timur

Penambahan KLB, lanjut dia, memungkinkan affordable housing dibangun di empat TOD yang saat ini harga lahannya sudah sangat tinggi. "Panduan Rancang Kota (PRK)-nya sudah selesai, tinggal menunggu signing Pak Gubernur," cetus William.

Dari lima TOD yang dikembangkan, hanya empat yang dilengkapi dengan hunian terjangkau yakni Dukuh Atas sebanyak 200 unit dari total potensi 20.388 unit, Fatmawati sebanyak 1.000 unit dari total potensi 8.900 unit.

Kemudian Blok M sejumlah 1.200 unit dari potensi 13.180 unit, dan Lebak Bulus sebanyak 600 unit dari total potensi 6.898 unit.

Baca Juga: Adhi Commuter Properti Getol Kembangkan Hunian Berkonsep Transit Oriented Development

Sementara TOD Istora Senayan lebih dikonsentrasikan pada upaya revitalisasi terhadap peningkatan kualitas jalur pejalan kaki dan fasilitas sepeda (seperti jalur sepeda, bike rack, dan lain-lain), peningkatan kualitas infrastruktur transportasi seperti penambahan dan revitalisasi halte bus di jalan sekunder, dan revitalisasi Taman GBK yang sebelumnya merupakan arena driving range.

Menurut Direktur Keuangan dan Manajemen Korporasi PT MRT Jakarta Tuhiyat, dibutuhkan dana tak kurang dari Rp 120 triliun untuk merealisasikan kelima TOD tersebut. "Angka ini separuh dari potensi pendapatan senilai Rp 240 triliun," sebut Tuhiyat.

Penawaran TOD kepada investor, terutama pengembang properti, masuk dalam skema land value captive sebagai opsi pendanaan non-konvensional yang bisa ditempuh PT MRT Jakarta.

Baca Juga: Adhi Commuter Properti lakukan soft launching tiga proyek baru

Oleh karena itu, untuk mengelola kawasan TOD ini, akan dibentuk perusahaan khusus guna menjaga profesionalitas, akuntabilitas, dan transparansi karena melibatkan investor dan pengembang properti.

"Nanti ini akan tripartit bentuknya, Pemprov DKI, PT MRT Jakarta dan swasta. Kami juga akan membentuk perusahaan khusus untuk mengelola TOD, supaya lebih profesional, akuntabel, dan transparan. Berapa biaya masuk dan keluar dari pengelolaan TOD, semua jelas," imbuh William.

Namun, hingga kini William mengaku skema kerja sama antara Pemprov DKI Jakarta, PT MRT Jakarta, dan swasta belum bisa dijabarkan kepada publik, apakah bangun guna serah atau built operate transfer (BOT) atau kerja sama operasi (KSO). (Hilda B Alexander)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rp 18 Juta Per Bulan, Batas Maksimal Gaji Pembeli Hunian TOD MRT",

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×