Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan mendorong pertanian sawit berkelanjutan melalui pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) yang akan diturunkan ke Rencana Aksi Daerah yang difokuskan di 18 provinsi sentra sawit. Pelakasana daerahnya akan menggunakan kesatuan Forum Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FoKSBI).
Wilistra Dany Asisten Deputi Perkebunan dan Hortikultura Kementerian Koordinator Perekonomian menyampaikan susunan RAN-KSB itu dibangun untuk mendukung terbitnya Perpres Sistem Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan atau bisa disebut Perpres ISPO.
"Tujuannya meningkatkan keberterimaan dan daya saing sawit kita di pasar internasional dan RAN-KSB akan jadi dokumen acuan dan lampiran dalam Perpres tersebut," kata Wilistra, Kamis (29/11).
Menuru Wilistra, RAN-KSB tersebut sebenarnya telah diinisiasi sejak tahun 2015 dan mulai dikerjakan pada periode 2018 hingga 2023 nanti. Rencana kerjanya meliputi pertama, upaya akan implementasi nasional baik pemerintah, swasta, dan lsm. Kedua, peningkatan kapasitas pekebun.
Ketiga perbaikan pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Keempat, perbaikan tata kelola dan mediasi konflik dan akhirnya, kelima, mengarah pada ISPO dan akses pasar. Namun titik berat dari RAN-KSB ini adalah untuk memastikan pertanian sawit berkelanjutan yang bebas isu legalitas lahan maupun deforestasi.
Terkait teknis pengerjaan RAN-KSB, Wilistra menyampaikan pihaknya akan membangun FoKSBI pada 18 daerah yang akan mengerjakan Rencana Aksi Daerah masing-masing. Lokasi tersebut ada di Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Jambi, Kalimantan Selatan, Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Papua dan Papua Barat.
Terkait pendanaan untuk melakukan pertanian berkelanjutan, Wilistra mengatakan pihaknya terbuka pada anggaran dari pemerintah pusat maupun daerah, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yayasan nirlaba maupun bantuan dari negara asing.
Spesifik terkait potensi dana dari asing, Wilistra menyampaikan bahwa pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan dialog dengan sejumlah delegasi dari 6-7 negara Eropa pada agenda Amsterdam Declaration yang akan diadakan di Belgia pada 3-4 Desember 2018.
Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia akan menyampaikan komitmen dan realisasi pada pertanian sawit berkelanjutan dan menawarkan potensi kerjasama dengan pelaku usaha dari negara di Uni Eropa.
"Kita berharap akan ada suatu irisan dengan sustainability ini. Kalau bisa diidentifikasi irisan ini, akan kita tanya balik ke Amsterdam Declaration apa yang bisa mereka kontribusikan untuk dukung sawit berkelanjutan ini," kata Wilistra.
Kemudian terkait pendanaan dari dalam negeri, Ketua Dewan Pengawas BPDPKS Rusman Heriawan menyatakan opsi pendanaan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bisa digunakan petani sawit untuk menjadi modal bisnis maupun sertifikasi tersebut. "Ini sedang dikaji lagi boleh tidak, dia kan jadi terima dua, dana replanting dan dana KUR juga dapat. Kalau saya pribadi, hal ini jangan dipermasalahkan," katanya.
Apalagi untuk petani swadaya yang tidak memiliki modal besar, maka dana replanting bisa difokuskan untuk tanam ulang dan pinjaman KUR digunakan untuk pertanian berkelanjutan jangka panjang tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News