kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   -10.000   -0,51%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Pengusaha Berharap Pemerintah Kaji Kembali Kebijakan Larangan Ekspor Batubara


Minggu, 02 Januari 2022 / 16:55 WIB
Pengusaha Berharap Pemerintah Kaji Kembali Kebijakan Larangan Ekspor Batubara
ILUSTRASI. Alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/foc.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah mengejutkan pemerintah di awal tahun 2022 dengan melarang ekspor batubara menuai beragam tanggapan dari pelaku usaha.

Sekretaris Perusahaan PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) Sudin Sudiman mengungkapkan, pihaknya juga terkejut dengan kebijakan pemerintah melarang ekspor batubara. 

Namun, dengan pertimbangan pemenuhan kebutuhan batubara untuk pembangkit listrik, kebijakan tersebut dapat dimengerti.

"Namun (kami) bisa mengerti akan resiko yang dihadapi jika tidak mengambil langkah cepat dan tepat untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh PLN," kata Sudin kepada Kontan.co.id, Minggu (2/1).

Kendati demikian, Sudin mengungkapkan, pihaknya berharap agar ada kesepakatan yang dapat tercapai antara Kementerian ESDM dan pelaku usaha terkait permasalahan ini. 

Menurutnya, realisasi pasokan Domestic Market Obligation (DMO) GEMS hingga kuartal III 2021 mencapai 40%. Merujuk catatan Kontan, produksi batubara GEMS pada kuartal III 2021  mencapai 22,1 juta ton atau turun 7,53% year on year (yoy). Pada kuartal III 2020 lalu GEMS membukukan produksi sebanyak 23,9 juta ton.

Baca Juga: Pasokan Batu Bara Terjamin, PLN Jamin Pasokan Listrik ke Pelanggan

Sementara itu, Direktur PT ABM Investama Tbk (ABMM) Adrian Erlangga mengatakan, kebijakan pelarangan ekspor batubara oleh Kementerian ESDM terkesan terburu-buru.

Menurutnya, langkah ini sebetulnya baik karena untuk menjamin kebutuhan energi nasional. Kendati demikian, Adrian menilai jika dilakukan dialog dan diskusi dengan pelaku usaha maka semua pelaku usaha pasti akan mendukung langkah pemerintah.

"Misalnya penghentian (ekspor), seluruh penambang ini sudah punya jadwal-jadwal pengiriman sudah diatur dua tiga bulan sebelumnya jadi tidak bisa satu hari langsung berhenti," ujar Adrian, Minggu (2/1).

Dengan demikian, ada potensi beban biaya kelebihan waktu berlabuh atau demurrage yang harus ditanggung pelaku usaha.

Langkah pemerintah melarang ekspor batubara juga dinilai bakal memberikan dampak ekonomi yang cukup besar pada industri pertambangan secara keseluruhan seperti perkapalan batubara, industri alat berat dan sektor terkait lainnya.

Meski tak merinci, Adrian memastikan pihaknya selalu memenuhi komitmen DMO batubara.

Selain itu, demi menyiasati kondisi ini maka ABMM pun bakal berupaya untuk menegosiasikan ulang jadwal pengiriman batubara dengan para pembeli. Pihaknya juga berupaya untuk mencari peluang di pasar domestik.

Adrian menjelaskan, kebutuhan batubara domestik mencapai 10 juta ton per bulan sementara produksi nasional mencapai 40 juta ton per bulan. Dengan kondisi ini dapat dipastikan pasar domestik tak dapat menyerap seluruh produksi yang ada serta akan ada persaingan ketat di pasar domestik.

Kondisi ini dinilai juga bakal berimbas pada turunnya harga batubara di pasar domestik dan melonjaknya harga di pasar ekspor.

"Apalagi kita di dunia internasional, kebijakan pemerintah dilhiat masyarakat internasional," terang Adrian.

Adrian berharap ada evaluasi yang dilakukan karena pelaku usaha pasti akan mendukung dan mematuhi ketentuan pemerintah.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Pandu Sjahrir mengungkapkan, larangan ekspor yang berlaku secara umum dan meluas ini akan memiliki dampak signifikan terhadap industri pertambangan batubara secara umum dan aktifitas ekspor batubara secara khusus yang mana saat ini sedang digalakkan oleh Pemerintah sebagai salah penghasil devisa utama bagi negara. 

"Solusi untuk mengatasi kondisi kritis persediaan batubara PLTU grup PLN termasuk IPP ini seharusnya dapat didiskusikan terlebih dahulu dengan para pelaku usaha untuk menemukan solusi yang terbaik bagi semua pihak," jelas Pandu dalam keterangan resmi, Sabtu (1/1).

Pandu menambahkan sanksi yang dikenakan tidaklah tepat karena pelaksanaan DMO 2022 berlangsung dari Januari 2022 hingga Desember 2022.

Selain itu, Pandu menjelaskan, pasokan batubara ke masing-masing PLTU baik itu PLN maupun Independent Power Producer (IPP) sangat bergantung pada kontrak antara pemasok dengan PLN dan IPP.

APBI menilai kebijakan ini bakal berdampak pada terganggunya produksi batubara nasional sekitar 38 juta ton hingga 40 juta ton per bulan serta berdampak pada devisa batubara kurang lebih US$ 3 miliar per bulan.

Baca Juga: Soal Larangan Ekspor Batubara, Kepentingan Nasional Dinilai Harus Jadi Prioritas

"Pemerintah akan kehilangan pendapatan pajak dan non pajak (royalti) yang mana hal ini juga berdampak kepada kehilangan penerimaan pemerintah daerah," terang Pandu.

Lebih jauh, hal ini berpotensi mengganggu iklim investasi karena menunjukkan adanya ketidakpastian usaha.

APBI memberikan sejumlah usulan untuk permasalahan yang ada yakni pemberian sanksi tegas bagi pemasok yang wanprestasi termasuk bagi aak usahanya. Selain itu, perlu ada monitoring DMO berkala setiap tiga bulan. Hingga usulan terkait harga jual batubara yang dinilai sebaiknya mengikuti harga pasar agar menghindari disparitas harga.

APBI juga mengusulkan sejumlah poin rekomendasi bagi PLN antara lain dengan pengambilan pasokan batubara yang lebih fleksibel yakni dengan mengambil batubara di luar kualitas yang dibutuhkan serta mengoptimalkannya lewat blending atau cofiring.

PLN pun diharapkan melakukan perhitungan kebutuhan batubara secara akurat dengan memperhatikan safety stock.

"Dalam hal terjadi kelangkaan pasokan, pihak PLN dapat mengambil batubara dari bagian pemerintah dalam bentuk in-kind," pungkas Pandu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×