Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Batubara Acuan (HBA) bulan Juli masih melanjutkan tren penurunan menjadi US$ 52,16 per ton. Angka itu turun tipis US$ 0,82 per ton dibanding HBA bulan sebelumnya. Meski begitu, HBA Juli masuk ke level terendah setelah tahun 2016.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyatakan bahwa pelemahan harga itu merupakan konsekuensi dari masih lemahnya permintaan (demand) batubara global. Di saat yang bersamaan, pasokan (supply) tetap menanjak sehingga membuat pasar menjadi kelebihan pasokan (oversupply).
Baca Juga: DSSA fokus tuntaskan proyek PLTU dan perkuat bisnis tambang batubara
Dalam kondisi seperti ini, masih sulit untuk meninggalkan tren penurunan harga batubara. "Ini kondisinya masih oversupply. Demand masih lemah karena pandemi covid-19, sementara supply, produksi masih relatif kuat," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Minggu (5/7).
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo. Bahkan menurutnya, penurunan HBA Juli terbilang tipis dan masih berada di level yang wajar. Tingkat kestabilan pertumbuhan ekonomi dan industri di era new normal pandemi covid-19 ini memang memegang peranan kunci.
Di sisi lain, demand dari pasar utama ekspor batubara Indonesia, yakni China dan India belum tumbuh signifikan. Apalagi, keduanya masih lebih memilih untuk mengoptimalkan pemakaian batubara dalam negeri.
Tapi jika industri sudah tumbuh stabil dan permintaan listrik kembali menguat, Singgih yakin pasar dan harga batubara akan membaik. "Turun-naik seperti itu masih belum begitu tertekan, kecuali jika turunnya berapa persen, kalau seperti sekarang wajar dalam dinamika indeks. Industri belum tumbuh, pelan-pelan tambah membaik," ungkap Singgih.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) berkomitmen memberantas penambang ilegal di wilayahnya
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengungkapkan penurunan HBA Juli diakibatkan oleh sentimen yang sama di bulan lalu yaitu minimnya serapan pasar global terhadap permintaan pasokan batubara Indonesia.
Agung bilang, faktor paling signifikan adalah stok batubara di India dan Tiongkok terbilang cukup tinggi. "Dua negara tadi sedang mengutamakan terlebih dahulu pasokan (batubara) dalam negeri," jelas Agung, Jumat (3/7).
Kata dia, pengurangan suplai batubara dari Indonesia tak lepas dari adanya pengaruh kuat dampak Covid-19 yang membatasi pergerakan ekonomi masing-masing negara. Menurut Agung, di tengah pandemi ini ada kecenderungan peralihan ke sumber energi alternatif dalam negeri. Dia mengakui, HBA mengalami tren penurunan sejak Word Health Organization (WHO) menetapkan Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi pada pertengahan Maret lalu.
Sebagai informasi, HBA sempat menguat 0,28% menjadi US$ 67,08 per ton di bulan Maret dibanding bulan Februari US$ 66,89 per ton. Tapi HBA melemah ke US$ 65,77 per ton di bulan April dan U$ 61,11 per ton pada Mei, lalu turun lagi menjadi US$ 52,98 di bulan Juni.
Baca Juga: APRI: Jika tak dikelola dengan baik, pertambangan rakyat rawan disalahgunakan
HBA di level US$ 52 per ton itu menjadi yang terendah sejak Juni 2016 yang saat itu berada di angka US$ 51,81 per ton. HBA sempat berada di level terendah saat Februari 2016 yang tercatat sebesar US$ 50,92 per ton.
Menurut Ketua Indonesia Mining Institute Irwandy Arief, penurunan harga akibat kondisi pasar ini merupakan siklus yang biasa terjadi di komoditas batubara. Yang harus diwaspadai, sambungnya, adalah "super siklus" saat penurunan harga terjadi dalam jangka waktu yang lama.
Dengan memasuki era new normal dan mulai bergeraknya industri maupun ekonomi, seharusnya permintaan batubara bakal ikut terkerek naik. "Mudah-mudahan saat ini lebih cepat kembali ke siklus naik, karena kebutuhan batubara saat ini seharusnya masih tinggi," pungkasnya.
Mengutip pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, rata-rata HBA pada periode Triwulan I-2020 memang anjlok dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jika pada Triwulan-I tahun lalu rata-rata HBA mencapai US$ 91,59 per ton, maka di Triwulan-I tahun ini hanya mencapai US$ 65,62 per ton.
Baca Juga: Lewat UU no 3/2020, pemerintah ingin perbaiki tata kelola pertambangan rakyat
Dalam perbandingan bulan, HBA Juli berada di angka US$ 52,16 per ton. Padahal pada Juli tahun lalu, HBA masih bertengger di level US$ 71,92 per ton. Pada Juli 2018, HBA bahkan masih berada di angka US$ 104,65 per ton.
2020 memang menjadi tahun yang menantang bagi komoditas emas hitam ini. Kementerian ESDM pun memproyeksikan harga batubara Indonesia pada akhir tahun 2020 berada di rentang US$ 59-US$ 61 per ton. Proyeksi tersebut dikalkulasikan dari berbagai simulasi yang dibuat sejumlah lembaga riset komoditas global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News