Reporter: Herlina KD | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Harga olahan getah pinus yaitu gondorukem (resina colophonium) dan terpentin semakin melambung. Harga gondorukem di pasar internasional kini mencapai US$ 3.000 per ton. Padahal, awal tahun lalu harga gondrukem masih di kisaran US$ 1.200 per ton.
Direktur Industri dan Pemasaran Perum Perhutani Achmad Fachrodji mengatakan, harga gondorukem di pasar internasional saat ini cukup baik. Pasalnya, permintaan dari sektor industri cukup tinggi.
Asal tahu saja, gondorukem adalah bahan baku yang biasa digunakan untuk industri kertas, plastik, cat, batik, sabun, tinta cetak, politur. Komoditas yang merupakan hasil olahan dari getah sadapan pohon pinus ini juga digunakan untuk kebutuhan farmasi dan kosmetika.
Ia menambahkan, selain gondorukem, produk turunan getah pinus lainnya yang harganya juga melambung adalah minyak terpentin. Minyak ini adalah hasil sulingan getah pinus setelah melalui proses destilasi. "Harga terpentin di pasar internasional sekarang mencapai US$ 3.500 per ton, padahal awal tahun lalu harganya sekitar US$ 1.800 per ton," jelasnya kepada KONTAN Rabu (13/4).
Catatan saja, selama ini sekitar 80% dari total produksi gondorukem dan minyak terpentin di Indonesia diekspor ke berbagai negara. Diantaranya ke Eropa, India, Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat. Bisnis gondorukem yang menggiurkan ini tentu saja membuat Perhutani terus menggenjot produksinya.
"Hanya, pada tahun 2010 lalu kondisi iklim agak terganggu karena curah hujan yang cukup tinggi. Sehingga, jumlah produksi getah pinus sebagai bahan baku gondorukem dan terpentin mengalami penurunan sekitar 5% ketimbang tahun 2009," jelas Achmad.
Ahmad bilang, tahun 2010 lalu produksi gondorukem Perhutani hanya sebesar 55.000 ton. Sedangkan produksi terpentin tahun lalu sebanyak 11.700 ton. Tren harga gondorukem ke depan diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan naiknya permintaan dari industri.
Tingkatkan produksi
Achmad bilang, tahun ini Perhutani akan kembali menggenjot produksi gondorukemnya. Tahun ini Perhutani mematok target produksi gondorukem sekitar 65.000 ton dan produksi terpentin sekitar 15.000 ton. "Tahun 2011 ini, Perhutani melakukan kegiatan penyadapan ke luar Jawa, seperti Sumatra Utara, Aceh, dan Sulawesi Selatan," ungkap Achmad.
Untuk meningkatkan produksi ini, Perhutani melakukan beberapa langkah antara lain dengan membenahi aturan penebangan pohon pinus. Sebelumnya, pohon pinus ditebang pada usia 35 tahun untuk diambil kayunya. Sekarang pohon pinus ditebang setelah berusia lebih dari 50 tahun.
Selain itu, Perhutani juga tengah menggandeng kalangan akademisi untuk mencari terobosan baru terkait dengan teknik menanam dan bibit pinus yang unggul. "Pohon pinus akan diganti dengan jenis yang getahnya banyak. Teknik penanamannya juga diubah dengan jarak yang lebih dekat, sehingga memungkinkan jumlah pohon lebih banyak dalam satu lahan," kata Ahmad.
Dia menggambarkan, jika biasanya dalam satu hektare lahan pinus terdapat sekitar 350 pohon, nantinya dengan sistem penanaman baru jarak pohon akan didekatkan sehingga dalam satu ha bisa ditumbuhi sekitar 900 pohon pinus.
Akibat kenaikan harga gondorukem dan terpentin ini, Perhutani pun menuai berkah. Pendapatan dari penjualan kedua komoditi ini pun terdongkrak. Tahun 2009 lalu, Perhutani berhasil meraup pendapatan sebesar Rp 599 miliar dari penjualan kedua komoditas ini. Akibat kenaikan harga, pendapatan dari penjualan gondorukem tahun 2010 lalu juga diperkirakan naik sekitar 30%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News