Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 tentang program waste to energy (WtE) disambut positif oleh pelaku usaha di sektor pengolahan sampah menjadi energi.
Aturan ini dinilai memberi kepastian bagi investor, terutama dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Direktur Utama PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA), Bobby Gafur Umar, mengatakan regulasi ini menjadi jawaban atas sejumlah risiko yang selama ini menghambat pengembangan PLTSa di dalam negeri.
Baca Juga: Atasi Darurat Sampah, Danantara Siapkan Dana Investasi Proyek Waste to Energy
“Yang paling penting adalah kelayakan investasi, bisa balik modal dan Internal Rate of Return (IRR)-nya masuk. Bisa dibiayai oleh bank dan risikonya rendah,” ujarnya kepada KONTAN, Rabu (15/10/2025).
Menurut Bobby, Perpres 109/2025 memberikan kepastian terkait penyediaan lahan dan pasokan sampah (feed stock), dua aspek yang sebelumnya kerap menjadi hambatan.
Ia menilai dengan dukungan pemerintah daerah dalam penyediaan sampah minimal 1.000 ton per hari, proyek PLTSa kini semakin layak secara ekonomi.
Bobby memperkirakan tingkat IRR ideal dalam pengembangan PLTSa berada di kisaran 11%–13%. Meski begitu, karakteristik sampah di tiap daerah berbeda-beda, sehingga diperlukan insentif tambahan agar investasi lebih menarik.
Baca Juga: Target Pemerintah Bisnis Waste to Energy lewat Danantara:Perhatikan Beban Listrik PLN
“Ada daerah di mana sampah organiknya lebih banyak, sehingga volumenya kecil. IRR bisa ditingkatkan lewat stimulus, seperti tax holiday,” jelasnya.
Lebih lanjut, OASA tengah melirik 10 daerah yang direkomendasikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai lokasi potensial pengembangan PLTSa.
Wilayah tersebut meliputi Jakarta, Bali, DIY, Bekasi (kota dan kabupaten), Bogor Raya, Tangerang Raya, Semarang Raya, Medan (termasuk Deli Serdang), serta beberapa kota di Jawa Barat seperti Bandung, Cimahi, Sumedang, Bandung Barat, dan Garut.
“Dari 33 daerah yang ada, 10 di antaranya sudah menjalani kajian awal oleh KLHK. Kajian kelayakan lanjutan akan dilakukan oleh Danantara,” tambah Bobby.
Baca Juga: Maharaksa Biru (OASA) Perluas Bisnis Waste to Energy di Indonesia
Dukungan serupa datang dari PT Astrindo Nusantara Infrastruktur Tbk (BIPI). Corporate Secretary BIPI, Kurniawati Budiman, menilai Perpres baru ini memberikan kejelasan yang selama ini dibutuhkan pelaku usaha di sektor pengelolaan sampah.
“Perpres yang baru kemarin menjanjikan banyak hal, yang tadinya tidak jelas kini menjadi lebih jelas,” ujarnya.
Namun, BIPI masih akan melakukan kajian lebih dalam terkait aspek keekonomian investasi sebelum menjalankan proyek WtE. “Kami perlu menghitung lebih detail potensi investasi di pembangunan PLTSa,” kata Kurniawati.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI), Eka Satria, menyebut regulasi ini sebagai langkah nyata pemerintah mempercepat pengelolaan sampah menjadi energi sekaligus memperkuat bauran energi nasional.
“Dengan tarif listrik sebesar 20 sen per kWh, proyek PSEL kini memiliki daya tarik investasi yang lebih kuat, sejalan dengan karakteristik biaya tinggi dan kompleksitas teknologinya,” kata Eka.
Ia menambahkan, Perpres ini memberi kepastian dalam pasokan sampah, kontrak jual beli listrik yang bankable, serta koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan PLN.
Baca Juga: Maharaksa Biru Energi (OASA) Siap Garap Proyek Waste to Energy
“APLSI siap menjadi mitra pemerintah dalam mendorong implementasi PSEL yang efisien, berkelanjutan, dan berdampak positif bagi lingkungan serta ekonomi nasional,” pungkasnya.
Selanjutnya: 10 Universitas Terbaik Indonesia di THE Rankings 2026
Menarik Dibaca: IHSG Masih Rawan Koreksi, Cek Rekomendasi Saham MNC Sekuritas Kamis (16/10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News