Reporter: Filemon Agung | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Pertamina EP menargetkan studi pengurasan minyak tahap lanjut alias Enchanced Oil Recovery (EOR) rampung dipenghujung tahun ini.
Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf bilang studi masih berlangsung sesuai jadwal yang ditentukan. "Targetnya akhir tahun, sudah mulai dari November tahun lalu jadi kita menunggu sampai satu tahun sesuai jadwal," terang Nanang ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (25/9).
Lebih jauh Nanang memastikan, pasca studi pada Lapangan Sukowati rampung maka akan dilanjutkan dengan tahapan analisis laboratorium. Dalam tahapan ini, akan diamble sample batuan atau core maupun side wall core untuk diinjeksikan dengan CO2. Injeksi yang dilakukan pun akan menyesuaikan tekanan dan temperature yang mirip dengan kondisi reservoir yang sesungguhnya.
Lebih jauh Nanang memastikan, pemanfaatan CO2 dari Jambaran Tiung Biru masih perlu menantikan seluruh proses studi rampung, untuk itu ia belum mau berkomentar lebih jauh. "Rencananya sih begitu, tapi sangat bergantung pada hasil studi," jelas Nanang.
Lewat pelaksanaan EOR, Nanang mengungkapkan, Pertamina EP memproyeksikan kenaikan produksi sebesar 30% hingga 35%.
Mengutip catatan Kontan.co.id, General Manager Asset 4 Pertamina EP Agus Amperianto mengungkapkan lewat penerapan EOR, produksi Pertamina EP dapat berada di atas 10.000 bph. "Harapan kami di atas 10.000 bph, dengan rate yang sekarang 9.000 bph," jelas Agus di Jakarta, awal bulan lalu.
Agus menambahkan, penerapan EOR dimulai dengan pengeboran dua sumur yakni Sumur I-3 dan Sumur I-5 pada Oktober 2019 dan Januari 2020. Pengeboran ini dilakukan demi memastikan kedalaman sumur yang dapat dicapai untuk proses EOR tanpa mengurangi kemampuan produksi.
Langkah ini juga sebagai upaya injeksi air melalui sumur baru demi mengurangi produksi air yang diklaim semakin meningkat dari sejumlah sumur. "Nah airnya itu yang harus kita injeksi lagi pakai air," jelas Agus.
Agus menambahkan, penanganan langka panjang yang akan dilakukan oleh Pertamina EP yakni melalui injeksi CO2 yang rencananya akan dimulai pada 2021 mendatang.
Proyek ini diklaim akan memakan waktu lebih lama sebab Pertamina EP masih perlu mempersiapkan reservoir serta menghindari kemungkinan terganggunya proyek injeksi air yang dilakukan. "Untuk sumber gas CO2 yang jelas akan berasal dari Jambaran Tiung Biru (JTB)," ungkap Agus.
Masih menurut Agus, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan Lembaga Minyak dan Gas Bumi dan Japan Petroleum Exploration (Japex) demi mendukung proyek pembangunan pipa yang akan menyalurkan CO2 dari JBT ke Lapangan Sukowati. "Pipa khusus karena CO2, untuk pendanaan bersama antara pemerintah dan Jepang untuk fasilitas surface," sebut Agus.
Sayangnya, Agus enggan membeberkan mengenai dana yang disiapkan. Lebih jauh Agus memastikan, proyek ini ditetapkan sebagai pilot project dengan panjang pipa mencapai 15 kilometer hingga 20 kilometer.
Yang terang, proyek ini merupakan proyek dari pemerintah melalui Kementerian ESDM. Agus menambahkan, ditargetkan pada Februari 2020 mendatang sudah ada yang bisa dipresentasikan oleh Lemigas dan Japex.
Nantinya, proyek pipa ini ditargetkan mampu menginjeksi sekitar 10 mmscfd hingga 15 mmscfd sebagai tahap awal.
Sementara itu, Direktur Hulu Pertamina Dharmawan Samsu mengungkapkan, proses EOR pada lapangan Sukowati termasuk salah satu yang memiliki tingkat kerumitan tinggi. "CO2 yang dihasilkan JTB tidak dilepas ke udara tapi disalurkan ke reservoir milik Sukowati," jelas Dharmawan.
Strategi ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dari Pertamina EP. "Denggan penyaluran CO2 juga akan menurunkan emisi daru Pertamina EP," tambah Dharmawan.
Tambun Field siap kerek produksi
Pertamina EP Asset 3 Tambun Field Manager Ceppy Agung Kurniawan yang ditemui di sela kunjungan ke Karawang mengungkapkan, pihaknya merencanakan optimalisasi dua sumur demi mengerek produksi.
Dalam catatan perusahaan, per 20 September 2019, produksi minyak tercatat sebesar Tambun Field mencapai 1.683 BOPD dan gas 31,55 MMscfd. Adapun, produksi minyak Pertamina EP Asset 3 tercatat sebesar 13.049 BOPD dan 259,7 MMscfd.
Optimalisasi dua sumur yang direncanakan yaitu PDM-2 dan PDM-14. Kedua sumur ini diharapkan mampu berkontribusi sekitar 150 BOPD. Karakteristik kedua sumur disebut Ceppy menjadi tantangan dalam usaha mengerek produkai.
"Sumur PDM-2 masih perlu menguras air yang cukup banyak dan butuh 5-6 bulan, kita sudah laksanakan selama 4 bulan dan sedang diusahakan," kata Ceppy.
Sementara itu, karakteristik sumur PDM-14 yang memiliki minyak panas membuat penanganan yang dibutuhkan sedikit berbeda. Ceppy mengungkapkan, pihaknya berencana menyiapkan pompa khusus yang memiliki high temperature demi menjaga suhu untuk meningkatkan produksi.
"Decline rate pada Tambun Field mencapai 12%, kami terus mengupayakan workover, well intervention demi menjaga decline," jelas Ceppy.
Beberapa aktivitas yang dilakukan Tambun Field demi menjaga produksi adalah melakukan pekerjaan well intervention PDM-14, PDL-01, Optimasi Gaslift Pondok Tengah, MB-04 Reaktivasi, Optimasi Condensate Plant, Reparasi sumur-sumur di Struktur Tambun di awal tahun yang menghasilkan tambahan gas.
“Kami juga melakukan pressure maintenance dengan new pattern injeksi di area Tambun Utara dan rencana optimasi (bean up & bean down) untuk sumur TGP sesuai persetujuan dari Tim EPT Asset 3 serta inovasi berkelanjutan hingga mendapatkan paten untuk H2S Removal,” ujarnya.
Tambun Field mengalokasikan belanja modal untuk 2019 sebesar US$ 3,85 juta, naik dari belanja modal tahun lalu sebesar US$ 2,7 juta.
Dana tersebut digunakan untuk pengadaan dua unit Mobile Multiphase Flow Meter untuk kebutuhan pengukuran dan monitoring sumur, perbaikan pipa-pipa produksi TBN U, TBN V, dan perbaikan trunkline minyak dan gas dari PDT-TBN. “Dana juga digunakan untuk pengadaan fire truck/fire jeep untuk HSSE, general overhaul compresor, dan reaktivasi cluster MB-04,” ujar Ceppy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News