Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina merealisasikan sekitar US$ 600 juta atau setara Rp 8,94 triliun (kurs Rp 14.900 per USD) untuk memasang pengamanan dua lapis fasilitas penangkal petir atau lightning protection system.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan, pihaknya sudah menjalakan berbagai langkah sejak insiden kebakaran tangki di area kilang minyak Balongan pada pertengahan 2021 lalu.
“Kami sudah lakukan audit oleh internasional auditor dengan menggunakan International Sustainibility Rating Standard (ISRS) level 9 atau yang tertinggi di sektor migas. Dari hasil pemetaan DNV, secara garis besar risiko yang akan terjadi di aset kami ada 4 penyebab kemungkinan,” jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (4/4).
Risiko pertama adalah petir. Nicke menyatakan, melihat adanya risiko besar dari sambaran petir, Pertamina telah membangun lightining protection system di seluruh kilang Pertamina dan sudah selesai dibangun. Pihaknya memasang dua lapis pengamanan baik itu di kilang maupun di tower.
Baca Juga: Bisnis Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Catatkan Kinerja Lampaui Target di 2022
Nicke menyatakan, pemasangan sistem proteksi dari sambaran petir ini terbukti efektif. Dia memberikan contoh, di Kilang Cilacap pada Desember 2022 terjadi sambaran petir hingga 17 kali dan tetap aman, tidak ada gangguan.
“Kami sudah spending US$ 600 juta untuk membangun ketahanan petir 2 lapis itu di semua kilang,” jelasnya.
Selain petir, risiko lain yang bisa menyebabkan kebakaran di kilang ialah bahan bakar yang mengalir keluar atau luber (overflow). Adapun pencegahan overflow ini diakui Nicke sudah mulai dilakukan di sejumlah kilang Pertamina.
Tidak cuma itu, risiko lain yang bisa menyebabkan insiden di kilang ialah kebocoran hidrogen seperti yang terjadi di Kilang RU II Dumai.
“Ini sudah masuk program kita, sudah dilakukan high temperature hydrogen attack ini kebocoran hidrogen di Dumai bisa kita padamkan dalam waktu 9 menit ini sebagai bukti bahwa program yang dijalankan bisa meminimalkan risiko,” jelasnya.
Risiko terakhir ialah, sulfidation. Nicke menjelaskan, kilang-kilang yang digunakan Pertamina menggunakan teknologi lama sehingga hanya bisa memproses minyak yang sulfurnya rendah atau minyak mentah (crude) mahal.
Baca Juga: Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut Pastikan Distribusi BBM dan LPG Aman
Adapuan Pertamina telah menjalankan program Refinery Development Master Plan (RDMP) dan revamping agar kilang tersebut bisa memproses minyak bersulfur tinggi supaya harga minyak yang dihasilkan bisa lebih murah karena crude cost bisa diturunkan.
“Akan tetapi material yang digunakan harus diubah yang tidak cepat rusak ketika yang diproses dengan sulfur tinggi. Inilah sulfidation. Di Dumai ada satu potensi terjadi corossion under insulation,” ujarnya.
Nicke menegaskan, belajar dari kasus-kasus yang ada di refinery lain, pihaknya terus berupaya melakukan peningkatan Operational Availability dari kilang sehingga tidak boleh mengesampingkan keandalan dan keamanan.
Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Taufik Adityawarman menambah status pemasangan lighting operational system di semua kilang sudah dilakukan.
“Di Dumai dipasang 27 titik fasilitas penangkal petir, di RU II Sungai Pakning ada 3 titik, di Plaju 27 titik, Cilacap 47 titik, Balikpapan 23 titik, Balongan 28 titik, dan Kasim 10 titik,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News