kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.889.000   43.000   2,33%
  • USD/IDR 16.800   4,00   0,02%
  • IDX 6.262   8,20   0,13%
  • KOMPAS100 896   3,65   0,41%
  • LQ45 707   -0,42   -0,06%
  • ISSI 194   0,88   0,46%
  • IDX30 372   -0,72   -0,19%
  • IDXHIDIV20 450   -1,01   -0,22%
  • IDX80 102   0,35   0,35%
  • IDXV30 106   0,47   0,45%
  • IDXQ30 122   -0,87   -0,70%

Pertamina targetkan peningkatan portofolio EBT mencapai 40 GW hingga 2026


Rabu, 09 Desember 2020 / 07:30 WIB
Pertamina targetkan peningkatan portofolio EBT mencapai 40 GW hingga 2026


Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) memiliki ambisi besar dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Melalui Subholding Power & New Renewable Energy (NRE), Pertamina berusaha terus meningkatkan portofolio bisnis di sektor EBT.

Director of Strategic Planning & Business Development Pertamina Power Indonesia Ernie D. Ginting menyebut, saat ini mayoritas portofolio bisnis EBT Pertamina berasal dari proyek-proyek panas bumi melalui Pertamina Geothermal Energy (PGE).

Sejauh ini, PGE memiliki kapasitas pembangkit operasional sendiri sebanyak 672 megawatt (MW). PGE juga mengelola kapasitas pembangkit panas bumi sebesar 1.205 MW lewat skema joint operation contract (JOC). Perusahaan ini pun tengah mengawal eksplorasi dan pengembangan proyek panas bumi berkapasitas 495 MW.

Adapun kontribusi kapasitas pembangkit dari Pertamina Power Indonesia (PPI) saat ini mencapai 1.774,15 MW.

Baca Juga: Potensi melimpah, Pertamina berkomitmen terus kembangkan EBT di Indonesia

Rencananya, Pertamina akan terus menambah portofolio bisnis Subholding Power & NRE mencapai 40 gigawatt (GW) hingga tahun 2026 nanti. Dari jumlah tersebut, 10 GW berupa pembangkit listrik energi bersih sedangkan 30 GW berupa pabrik baterai kendaraan listrik dan panel surya.

Adanya peningkatan portofolio EBT tersebut diproyeksikan dapat menambah kontribusi pendapatan Pertamina sebesar US$ 8 miliar. “Untuk mencapai target tersebut dibutuhkan investasi sebanyak US$ 15 miliar hingga 2026,” imbuh Ernie dalam perhelatan Pertamina Energy Webinar, Selasa (8/12).

Sebagai salah satu pelaku usaha, Ernie menilai, ada tiga tantangan utama bagi Pertamina dalam upaya pengembangan EBT di Indonesia.

Pertama, isu komersialisasi. Ernie bilang, saat ini biaya pokok penyediaan (BPP) listrik nasional masih dihubungkan dengan harga batubara yang notabene merupakan energi fosil. Alhasil, sulit bagi pengembang EBT untuk mendapatkan harga listrik dari sumber EBT secara kompetitif.

Lantaran harga yang kurang kompetitif, maka hal itu dapat memperlambat proses negosiasi perjanjian jual beli tenaga listrik atau power purchasing agreement (PPA) antara pengembang EBT dengan pihak PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).



TERBARU

[X]
×