kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,46   -11,06   -1.18%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertumbuhan industri petrokimia tahun ini diperkirakan masih minus


Jumat, 23 Oktober 2020 / 16:47 WIB
Pertumbuhan industri petrokimia tahun ini diperkirakan masih minus
ILUSTRASI. Foto udara kawasan Kilang RU VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (24/1/2020). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/foc.


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peluang industri petrokimia untuk tumbuh di tahun ini dipenuhi banyak tantangan, khususnya dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang melemah. Sehingga produk turunan petrokimia tidak banyak terserap di pasar dalam negeri.

Padahal produk turunan tersebut dapat diaplikasikan oleh banyak kegunaan mulai dari sektor kemasan dan bahan baku plastik, otomotif hingga material bangunan. Fajar Budiono, Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengatakan bahwa ekosistem di industri ini cukup beragam.

"Kondisi saat ini bagi industri petrokimia hulu masih mampu bertahan dengan utilisasi di level 85%. Hanya saja bagi produsen hilir cukup terpukul karena ada pabrik yang utilisasi di bawah 60%," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Jumat (23/10). Melihat kondisi ini Fajar memproyeksikan pertumbuhan industri petrokimia tahun ini bakal minus 2,5%.

Baca Juga: Harga ayam broiler dan DOC tertekan, ini target penjualan Charoen Pokphand (CPIN)

Sementara itu untuk capaian kuartal ketiga ini, asosiasi masih belum dapat membeberkan lebih lanjut. Yang jelas menurut Fajar beberapa sektor industri yang menyerap produk turunan petrokimia sudah mulai beranjak meningkat permintaannya.

Seperti utilisasi produksi kemasan plastik modern packaging sudah mencapai di atas 70%. Diakui Fajar, angka tersebut memang belum menyamai tingkat utilisasi produksi modern packaging yang biasanya mampu mencapai 90%-95% pada kondisi normal, namun angka tersebut relatif jauh tinggi bila dibandingkan utilisasi produksi kantong kresek plastik yang saat ini masih berada di bawah 40%.

Lebih lanjut Fajar menjelaskan bahwa sebagian besar penjualan  produk modern packaging di dalam negeri diserap oleh sektor industri makanan minuman (mamin) dengan porsi hingga 40% dari total penjualan. Di luar sektor mamin, produk-produk modern packaging juga menyasar sektor lain dengan porsi kontribusi yang lebih kecil seperti misalnya farmasi, pertanian, dan lain-lain dengan bentuk kemasan yang beragam.

Memasuki tahun depan, Inaplas memproyeksikan pasar dapat bisa tumbuh positif, sayangnya berapa pertumbuhannya belum dapat disampaikan saat ini. "Tahun 2021 nanti adalah masa recovery bagi industri, harapannya bisa tumbuh positif," kata Fajar.

Baca Juga: Pelaku industri petrokimia terus memutar otak di tengah kondisi yang menantang

Sementara itu produsen biji plastik, PT Trinseo Materials Indonesia masih mampu melihat peluang dari pasar ekspor ketimbang pasar domestik. Sales Manager PT Trinseo Materials Indonesia, Donny Wahyudi mengatakan pihaknya akan terus memantau kondisi dan tren pasar selama beberapa bulan mendatang.

"Untuk biji plastik Polistirena (PS) dan Akrilonitril butadiena stiren (ABS) sejak kuartal tiga hingga akhir tahun ini kami mengalami lonjakan permintaan, terutama dari China," sebutnya kepada Kontan.co.id, Jumat (23/10). Sayangnya manajemen enggan membeberkan besaran nilai ekspor yang diperoleh perusahaan.

Menurut Donny permintaan ekspor biji plastik ini diperkirakan masih akan tetap menguat sampai akhir tahun. Sekadar informasi, Trinseo memiliki pabrik PS berkapasitas 85.000 ton per bulan, perusahaan diketahui punya pengalaman mengekspor ke berbagai negara seperti Australia, Selandia Baru, Filipina, dan Malaysia.

Selanjutnya: Tingkatkan layanan gas bumi, PGN (PGAS) kembangkan berbagai aplikasi digital

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×