Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aturan turunan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 alias UU Mineral dan Batubara (Minerba) bakal segera terbit. Paling tidak, dari tiga Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang sedang dibahas, ada satu PP yang akan segera diterbitkan dalam waktu dekat ini.
PP tersebut mengatur tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambanga mineral dan batubara. Merujuk pada draft RPP yang salinannya didapatkan Kontan.co.id, beleid itu terdiri dari 24 Bab dengan 202 Pasal. Ada sejumlah poin yang diatur dalam beleid tersebut.
Salah satu yang menjadi sorotan ialah terkait dengan perizinan berusaha di bidang pertambangan minerba. Pasal 7 RPP ini menyebutkan, usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat.
Artinya, aturan ini menegaskan bahwa pemerintah pusat telah menarik perizinan berusaha pertambangan dari pemerintah daerah.
Dalam pengaturan ini pula, pemerintah membedakan antara Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian.
Baca Juga: Masih punya potensi 2 miliar ton bijih, begini kata bos Freeport Indonesia
IUPK diatur tersendiri dalam Bab VI. Pasal 65 ayat (1) menyatakan bahwa IUPK diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan yang diajukan oleh BUMN, BUMD dan Badan Usaha Swasta. Sedangkan ayat (2) mengatur IUPK diberikan setelah mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
"Ketentuan mengenai penetapan WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri," tulis RPP tersebut, sebagaimana yang dikutip Kontan.co.id, Selasa (8/9).
Sementara itu, IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian diatur tersendiri dalam Bab VII. Pasal 107 mengatur bahwa perizinan jenis ini merupakan kelanjutan operasi kontrak/perjanjian yang diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan yang diajukan oleh pemegang Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian diberikan dengan ketentuan (a) sesuai sisa jangka waktu KK atau PKP2B dan perpanjangan pertama selama 10 tahun; dan (b) dapat diberikan perpanjangan kedua selama 10 tahun.
Dalam memberikan IUPK jenis ini, Menteri mempertimbangkan: (a) keberlanjutan operasi; (b) optimalisasi potensi cadangan Mineral atau Batubara dalam rangka konservasi Mineral atau Batubara dari WIUPK untuk tahap kegiatan Operasi Produksi; serta (c) kepentingan nasional.
Untuk memberikan pertimbangan tersebut, KK dan PKP2B harus menyampaikan rencana pengembangan seluruh wilayah dan rencana pengembangan dan/atau pemanfaatan betubara di dalam negeri.
Pemegang IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian wajib melaksanakan pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara di dalam negeri. Pasal 116 menerangkan bahwa pengembangan batubara meliputi: (1) pembuatan kokas (cooking), (2) pencairan batubara (coal liquefaction), dan (3) gasifikasi batubara (coal gasification) termasuk underground coal gasifications.
Sedangkan pemanfaatan batubara dapat dilakukan melalui pembangunan sendiri Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru di mulut tambang untuk kepentingan umum.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara diatur dengan Peraturan Menteri," tulis beleid tersebut.
Hal menarik lainnya ialah terkait dengan luasan wilayah IUPK kelanjutan KK/PKP2B. Aturan ini memang tidak menyebutkan secara gamblang angka luasan wilayahnya. Namun, Pasal 119 menyebut bahwa pemegang KK dan PKP2B dalam mengajukan permohonan IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian dapat mengajukan permohonan wilayah di laur WIUPK, untuk tahap kegiatan operasi produksi kepada menteri untuk menunjang kegiatan usaha pertambangannya.
Baca Juga: Minta penundaan setahun, Bos Freeport: Smelter tembaga proyek rugi
Lebih lanjut, Pasal 132 ayat (1) menyebutkan bahwa dalam rangka konservasi minerba, pemegang IUP dan IUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi mineral logam dan batubara dapat mengajukan permohonan perluasan WIUP dan WIUPK kepada Menteri.
Ayat (2) melanjutkan, perluasan WIUP dan WIUPK hasil perluasan ditentukan: (1) paling luas 25.000 hektare untuk WIUP mineral logam, (2) paling luas 15.000 hektare untuk WIUP batubara, (3) sesuai dengan hasil evaluasi menteri untuk WIUPK.
"Wilayah yang dimohonkan perluasan merupakan wilayah yang berhimpit dengan WIUP atau WIUPK awal, dan wilayah yang dimohonkan perluasan terdapat potensi kemenerusan mineralisasi/tubuh biji mineral atau sedimentasi batubara," lanjut aturan tersebut.
Selain pengaturan di atas, RPP tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambanga mineral dan batubara juga mengatur sejumlah hal lain. Di antaranya, terkait pengelompokkan pertambangan minerba yang dibagi ke dalam lima golongan komoditas tambang. Pengaturan ini memasukkan mineral radioaktif yang meliputi uranium, torium dan bagian galian radio aktif lainnya.
Di samping itu, ada juga pengaturan terkait dengan divestasi saham; pengutamaan kepentingan dalam negeri, pengendalian produksi dan pengendalian penjualan minerba, peningkatan nilai tambah, penggunaan jalan pertambangan, pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, Izin Pertambangan Rakyat, Izin pengangkutan dan penjualan, serta usaha jasa pertambangan.
Dalam draft RPP tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambanga mineral dan batubara, direncanakan akan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada bulan September 2020 ini.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin belum membenarkan ataupun membantah terkait hal tersebut. Dia hanya bilang, saat ini pemerintah masih melanjutkan pembahasan.
"PP belum selesai. Kami publikasikan setelah sudah terbit," kata Ridwan saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (8/9).
Sebelumnya, secara tersirat Ridwan mengatakan bahwa akan mengebut pembahasan RPP ini. Ridwan menargetkan ada satu PP yang sudah terbit, paling lambat pada November 2020 mendatang. PP yang dibidik terbit lebih cepat itu mengatur tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan minerba.
"(Pembahasan) PP sudah berproses. Kita berusaha untuk selesai November yang satu. Sisanya Desember, kita kejar akhir tahun selesai," kata Ridwan saat ditemui selepas mengikuti Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI, Kamis (3/9).
Saat ini, Pemerintah khususnya Kementerian ESDM memang sedang berpacu dengan waktu. Selain merampungkan aturan turunan UU Minerba, Kementerian ESDM juga sedang memproses permohonan perpanjangan kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Arutmin Indonesia akan berakhir pada 1 November 2020.
Asal tahu saja, Arutmin sudah mengajukan permohonan perpanjangan izin dan perubahan status dari PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kelanjutan operasi pada 24 Oktober 2019 lalu.
Adapun selain RPP tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan minerba, masih ada dua RPP lain yang sedang dibahas pemerintah dan ditargetkan rampung paling lambat Desember mendatang. Kedua RPP lainnya ialah RPP tentang wilayah pertambangan yang antara lain mengatur soal wilayah hukum pertambangan, perubahan status Wilayah Pencadangan Negara menjadi WUPK, penetapan wilayah pertambangan serta data dan informasi pertambangan.
Sedangkan RPP terakhir tentang pembinaan dan pengawasan serta reklamasi dan pascatambang dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan.
Selanjutnya: Demi kelanjutan PKP2B, Menteri ESDM beri sinyal akan terbitkan IUPK
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News