kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pro kontra revisi UU lingkungan hidup


Senin, 12 September 2016 / 17:35 WIB
Pro kontra revisi UU lingkungan hidup


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menuai banyak komentar. Dalam UU tersebut dijelaskan pula bila masyarakat adat diperbolehkan untuk membakar lahan maksimal 2 ha.

Abdon Nababan Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menilai, revisi tersebut tidak diperlukan karena masyarakat adat bukanlah penyebab kebakaran hutan. Api yang ada di lahan garapan mereka tidak bisa meloncat ke lahan lainnya karena ada sekat api.

Kalau pun ada api yang meloncat ke lahan lain maka mereka akan dikenai sanksi secara adat. Lagipula, masyarakat adat hanya menanam tanaman varietas lokal saja seperti padi.

Menurutnya, rencana revisi UU tersebut akan melanggar konstitusi karena, membakar hutan adalah hak masyarakat adat. "Ini bertentangan dengan konstitusi harus ada pengecualian khusus pada mereka (masyarakat adat)," katanya pada KONTAN, Kamis (8/9).

Abdon mengaku dibeberapa wilayah seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Jambi telah keluar Peraturan Gubernur yang melarang melakukan pembakaran lahan. Menurutnya ini terlalu gegabah dan efeknya mencederai masyarakat adat, mereka tidak dapat bertani. "Bila memang dilarang, Pemerintah harus siap-siap untuk menanggung kebutuhan beras mereka," tambahnya.

Berbeda dengan, Purwadi Suprihanto Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mengaku, bila UU itu dapat direvisi karena rawan disalahgunakan lantaran lemahnya kontrol dari Pemerintah. " Lebih baik diperkuat langkah-langkah pencegahan daripada upaya pemadaman yang tentu berdampak luas," kata Purwadi pada KONTAN melalui pesan singkat, pekan lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×