kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Realisasi mandatori perluasan B20 terganjal distribusi


Rabu, 19 September 2018 / 21:33 WIB
Realisasi mandatori perluasan B20 terganjal distribusi
ILUSTRASI. Pengisian Biodiesel B20 di TBBM Pertamina


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi aturan mandatori perluasan biodiesel 20 (B20) terhambat kendala teknis pada sisi distribusi. Tapi pengusaha biofuel optimistis keadaan tersebut dapat diatasi karena masalah bukan pada sisi hulu produsen.

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menjelaskan sejumlah kendala yang pihaknya temui baru-baru ini adalah terkait distribusi bahan campuran biodiesel ke lokasi pengolahan.

"Misalnya, kapal suplai kita yang dimiliki salah satu anggota kandas karena sungai Musi turun, di Medan kapal harus antre masuk sekitar 5-6 hari di pelabuhan karena memang semua kapal harus antre," kata Paulus saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (19/9).

Walau tidak merinci produsen maupun penyerap yang terlibat, Paulus menyatakan saat kejadian kapal berhenti layar di sungai Musi baru-baru ini, perusahaan segera mengirim kapal lain untuk memompa muatan ke kapal kedua, tapi pengiriman memang jadi terlambat.

Ada juga kejadian dimana Purchasing Order yang diterima produsen biofuel tiba pada hari Sabtu sehingga baru bisa diproses pada hari Senin.

Kemudian proses terbit izin dari Bea Cukai untuk kawasan berikat yang seharusnya bisa kelar dalam sehari berkat sistem filling elektronik, sejatinya tetap butuh beberapa hari sebelum terbit.

Sebelumnya, Aprobi memang telah memprediksi distribusi akan menjadi kendala utama dalam realisasi aturan perluasan B20 ini, pihaknya juga berharap stakeholder terkait dapat mempermudah pengiriman kargo biofuel yang mereka kirim.

Apalagi sesuai Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 41 Tahun 2018, terdapat sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 6.000,00 per liter bila terjadi keterlambatan kirim atau tidak mencampur bahan-bahan tersebut.

Namun, dalam Pasal 24 aturan yang sama menyatakan, bila dalam hasil penilaian pengawasan dan evaluasi ditemukan pelaksanaan tidak sesuai penugasan, dikarenakan keadaan kahar (force majeure), BU BBM dan, atau, BU BBN tidak dikenai sanksi administratif.

Menanggapi ini, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana menyatakan pihaknya akan terus mempelajari penyebab terjadinya kendala sebelum melayangkan denda.

"Kami sedang menginventaris kendala yang masih ada dalam supply chain Fatty acid methyl esters (FAME), besok Kamis kami akan rutin melakukan monitoring evaluation," kata dia.

Menurutnya salah satu topik yang akan dibahas mencakup kendala antre kapal di pelabuhan dan kandas kapal di sungai Musi.

Sebelumnya, pihak APROBI dan Kementerian ESDM juga sudah berkoordinasi dengan sektor perhubungan yakni Bea Cukai, Pelindo dan PT ASDP Indonesia Ferry (ASDP) untuk memperlancar pemasokan bahan-bahan tersebut. Rida memastikan pihaknya akan terus berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah ini.

Terkait pasokan FAME, Rida menyatakan tidak ada kekhawatiran. Karena sebelum teken perjanjian perluasan pada 1 September silam, pihaknya sudah mendapatkan komitmen kesanggupan dari pemasok.

"Jadi kendala saat ini yang kami terima bukan di stok, tapi di transportasinya, termasuk ketersediaan moda," jelasnya.

Menanggapi hal ini, Erik Tjia Vice President PT Wilmar Nabati Indonesia menyatakan produksi biodiesel pihaknya berjalan dengan lancar. "Produksi sesuai jadwal," jelasnya singkat.

Asal tahu, sebagai salah satu industri minyak sawit dan penghasil turunananya, Group Wilmar melalui PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan PT Wilmar Nabati Indonesia mendapatkan tambahan penugasan produksi biodiesel sebesar 268.635 kiloliter untuk sektor non-Public Service Obligatory (Non-PSO).

Produksi tersebut akan diberikan kepada PT Pertamina sebanyak 183.103 kiloliter, PT AKR Corporindo Tbk sebesar 53.532 kiloliter dan PT Petro Andalan sebesar 30.000 kiloliter.

PT Wilmar Nabati Indonesia sendiri mendapatkan mandat menambah porsi untuk sektor non-PSO sebanyak 134.867 kiloliter dari total perluasan non-PSO sebesar 940.407 kiloliter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×