Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Tanggal 14 Oktober 2014 adalah batas waktu kewajiban PT Freeport Indonesia mendivestasikan 10,64% sahamnya pada entitas Indonesia. Tapi, hingga tenggat waktunya berakhir, Freeport belum juga menunaikan kewajiban tersebut.
Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, sampai saat ini Freeport belum memasukkan penawaran divestasi tersebut. "Saya juga belum tahu sampai kapan," kata Bambang kepada KONTAN, Kamis (15/10).
Bambang menandaskan, kewajiban divestasi saham Freeport merupakan titah Peraturan Pemerintah (PP) No 77/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Aturan ini mewajibkan Freeport mendivestasikan 10,64% sahamnya kepada pihak Indonesia pada tahun ini.
Proses ini akan kembali digelar pada tahun 2019. Empat tahun mendatang, Freeport wajib melepas lagi 10% sahamnya kepada pihak Indonesia. Alhasil, tahun 2019, Indonesia genap menguasai 30% saham Freeport. Sejauh ini, Freeport baru menyerahkan 9,36% saham kepada pemerintah Indonesia.
Bambang menambahkan, pemerintah pusat (Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN) mendapat prioritas pertama untuk membeli saham Freeport. Pemerintah pusat memiliki 90 hari untuk merespon jika Freeport menawarkan saham divestasi. Jika tidak berminat membelinya, pemerintah pusat akan menawarkan saham divestasi itu ke BUMN, BUMD, atau swasta lokal.
Jurubicara Freeport Indonesia Riza Pratama menyatakan, Freeport memang belum menawarkan divestasi. Alasannya, mereka masih menunggu revisi aturan PP No 77/2014 yang dijanjikan pemerintah. "Kami masih menunggu karena aturannya belum jelas," terangnya kepada KONTAN.
Dus, Riza menilai, kini bola divestasi di tangan pemerintah. Semakin lama aturan itu tidak direvisi, Freeport tidak bisa menggelar divestasi.
Menurutnya, batas akhir divestasi saham Freeport tahap pertama yang ditetapkan 14 Oktober 2015 pun tak jelas dasarnya. "Saya tidak tahu itu (tanggal) dari mana? Kami masih menunggu landasan hukum untuk mekanisme divestasinya," tandas Riza.
Sebagai gambaran, PP No 77/2014 menyatakan, perusahaan pemegang kontrak karya yang telah berproduksi lebih dari lima tahun agar melepaskan saham 20% paling lambat setahun setelah PP No 77/2014 diundangkan. Asal tahu saja, PP itu resmi diundangkan pada 14 Oktober 2015. Atas dasar itulah pemerintah menetapkan batas akhir divestasi saham Freeport adalah 14 Oktober 2015.
BUMN siap berkongsi
Sejauh ini, beberapa BUMN yang dihubungi KONTAN berminat untuk membeli saham Freeport. "Kalau ada kesempatan, kami siap dan mau," tandas Tedy Badrujaman, Direktur Utama PT Aneka Tambang (Antam) Tbk.
Tedy tak khawatir soal pendanaan. Antam siap mencari partner untuk membeli saham divestasi. "Tentu ada kerjasama dengan pihak lain," tandasnya. Antam berjanji lebih selektif memilih mitra dan tak asal menggandeng mitra.
PT Timah Tbk juga menyatakan minat yang sama. Perusahaan ini juga siap menggandeng mitra sesama BUMN untuk memboyong saham divestasi Freeport. Toh, rencana ini sudah dibahas di Kementerian BUMN. "Ini salah satu sinergi BUMN, kami siap," ujar Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan PT Timah kepada KONTAN.
PT Bukit Asam Tbk juga siap berpartisipasi dan masuk dalam kongsi pembelian saham divestasi Freeport. "Kan UU Minerba menyatakan, sebagai BUMN kami bisa mengambil divestasi," kata Joko Pramono, Sekretaris Perusahaan Bukit Asam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News