Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ambisi Indonesia untuk memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama, harus berhadapan dengan berbagai masalah.
Target mengenai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), sudah diungkap oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang menyebut bahwa PLTN perdana negara ini akan beroperasi pada tahun 2030 atau paling lambat 2032.
"Untuk PLTN itu kita mulai on itu 2030 atau 2032. Jadi mau tidak mau kita harus melakukan persiapan semua regulasi yang terkait dengan PLTN," ungkap Bahlil dalam sidang perdana Anggota DEN Tahun 2025, Kamis (17/04).
Keseriusan membangun PLTN juga didukung oleh masuknya jenis pembangkit ini ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.
Adapun, melalui perhitungan Dewan Energi Nasional (DEN), Anggota Pemangku Kepentingan DEN, Agus Puji Prasetyono mengatakan PLTN pertama Indonesia akan menggunakan Reaktor modular kecil (SMR) dan berdaya 2x250 Megawatt (MW).
Baca Juga: Bill Gates Angkat Bicara soal Ambisi Indonesia Bangun PLTN, Begini Tanggapannya!
Ambisi ini ditegaskan lagi oleh utusan khusus untuk bidang iklim dan energi sekaligus adik kandung Presiden Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo.
Yang mengatakan Indonesia akan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan kapasitas 10 Giga Watt (GW) hingga tahun 2040.
Terkait target ini, terbaru, dalam kunjungan Bill Gates ke Indonesia Rabu (07/05), Hashim bertanya pada pendiri perusahaan pembangkit tenaga nuklir TerraPower, itu soal pemanfaatan nuklir sebagai energi ramah lingkungan.
Gates kemudian menjawab bahwa pembangunan PLTN masih sangat mahal dan rumit.
"Jadi mereka (reaktor nuklir) agak rumit, biasanya mahal. Jadi saya berpikir, ini sangat sulit untuk memulai dengan desain baru, tapi itu akan menjadi manfaat yang besar," ujar Gates.
Kendala dalam Investasi
Masalah biaya dalam pembangunan PLTN di dalam negeri bukanlah isu baru, dalam perkembangannya Indonesia dinilai masih harus bekerjasama dengan negara-negara yang telah memiliki track record memiliki PLTN.
Menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, ada beberapa negara yang telah mengajukan proposal kerjasama pembangunan PLTN kepada Indonesia.
Negara-negara itu adalah Amerika, Rusia, Denmark, Kanada, United Kingdom (UK) dan China.
Sayangnya Eniya mengebut, proposal-proposal kerjasama yang masuk belum ditindaklanjuti oleh pihaknya. Hal ini lantaran, ekosistem terkait pengembangan PLTN di dalam negeri belum ajeg.
Di awal, Eniya bilang Indonesia harus lebih dulu memiliki Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) atau Organisasi Pelaksana Program Energi Nuklir.
"Kalau itu semua belum, kita tidak lanjuti, Nepio saja kita (belum), harus memastikan ekosistemnya, akan ada regulatornya, unsur penunjangnya, dan pelakunya sendiri, owner dari ketenagalistrikannya sendiri," ungkap Eniya saat ditemui di Komplek DPR RI, Jakarta, Rabu (30/4).
Disisi lain, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan kerjasama dengan negara lain contohnya dengan membangun joint venture (JV) juga akan membantu Indonesia dalam mengontrol resiko pada PLTN.
"Dengan kerjasama dengan investor tadi, selain bisa sharing profit, kita juga bisa sharing dalam segi resiko," ungkap dia saat dihubungi, Kamis (08/05).
Kendala Teknologi dan Teknis
Selain angka investasi yang cukup tinggi dalam pembangunan PLTN, Indonesia juga berhadapan dengan ketergantungan impor dalam teknologi reaktor nuklir.
Reaktor merupakan perangkat utama dalam mengendalikan reaksi fisi nuklir untuk menghasilkan energi listrik.
Baca Juga: Enam Negara Ajukan Proposal Pembangunan Pembangkit Nuklir di Indonesia, Ini Daftarnya
Menurut Agus, dalam kontrak kerjasama pembangunan PLTN, pemerintah perlu menekankan adanya komponen transfer teknologi, pelatihan, local content, dan sistem pemeliharaan.
Selain teknologi, masalah teknis juga menghantui PLTN, ini berkaitan dengan sengketa, antara satu-satunya perusahaan BUMN sektor nuklir yaitu PT Industri Nuklir Indonesia (Inuki) (Persero) dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang berperan sebagai lembaga riset dan inovasi yang mendukung pengembangan dan pengoperasian PLTN di Indonesia.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR, Rabu (30/04), Direktur PT INUKI yaitu R. Herry menyampaikan bahwa pada Juni 2025 mendatang, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) akan melakukan audit terhadap perusahaannya.
Sayangnya Inuki sudah tidak beroperasi lagi sejak April 2023, menurutnya telah ada surat dari BUMN yang mengharuskan BRIN mengambil alih aset Inuki, namun hingga kini belum juga dilaksanakan.
"Hasil FGD (dengan BRIN) menyatakan deadlock," kata Herry.
Adapun, ia menyebut IAEA akan melakukan audit kepada Inuki pada bulan Juni 2025 mendatang. Disisi lain, IAEA memainkan peran penting dalam mengawasi pemenuhan komitmen negara anggota terhadap standar keselamatan dan keamanan nuklir internasional.
"IAEA akan melakukan audit ke kami ke gedung 10 dan 60. Tetapi (kami) tidak beroperasi sejak 2022. Perlu mitigasi penyelesaian Inuki, sehingga IAEA itu Safety, Security, dan Safeguard (3S)-nya tidak mumpuni," ungkapnya.
Disisi lain, dalam kesempatan yang sama, perwakilan BRIN Direktur Kebijakan Ekonomi, Ketenagakerjaan, dan Pengembangan Regional, Anugrah Widianto menjelaskan alasan pihaknya tidak mengakuisisi aset-aset Inuki.
"Untuk aset kami banyak temuan, kenapa kami menolak karena BRIN tidak mau dibebani aset yang lama. Karena banyak aset BRIN saja, kita serahkan ke Kementerian Kebudayaan," kata dia.
Sebagai tambahan, polemik BRIN dan Inuki bukanlah barang baru. BRIN diketahui memutuskan untuk menutup operasional INUKI karena dianggap tidak memiliki perjanjian kerja sama untuk pemanfaatan Kawasan Nuklir Serpong pada tahun 2022.
Selain masalah kurangnya perjanjian kerja sama, terdapat pula masalah utang sewa lahan, dan isu pengelolaan limbah radioaktif.
Baca Juga: Harga Listrik dari Nuklir Dinilai Kompetitif dengan Listrik dari PLTU, Ini Alasannya
Selanjutnya: Authenticity Rayakan Keseruan Kamera Analog Lewat Ajang Jakarta 1997
Menarik Dibaca: IDAI: Imunisasi adalah Fondasi Utama dalam Mencegah Penyakit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News