Reporter: Filemon Agung | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kini tengah melakukan evaluasi terhadap sejumlah kontrak pada Blok Terminasi.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengungkapkan sudah ada beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang mengajukan perpanjangan kontrak. "Ada beberapa perusahaan sudah memasukan proposal, boleh kan diperpanjang 10 tahun sebelum kontrak berakhir," terang Arcandra, Sabtu (12/10).
Baca Juga: Investasi migas & batubara jadi tumpuan, PR bagi Menteri ESDM periode dua Jokowi
Sayangnya, Arcandra masih enggan bukaan-bukan soal proses evaluasi ini. Arcandra juga belum mau mengungkapkan perusahaan mana saja yang telah mengajukan proposal.
Namun, ia memastikan upaya ini sebagai sesuatu yang wajar dilakukan oleh Kementerian ESDM. Pengajuan proposal juga disebutnya sebagai upaya dalam mempercepat investasi pada blok terminasi.
"Ada resiko (pada blok terminasi), tapi perusahaan juga melihat kesempatan yang ada. Kalau dikerjakan lebih awal maka ada kesempatan untuk berinvestasi dan peningkatan kemungkinan berproduksi lebih cepat," jelas Arcandra.
Adapun, pada tahun 2018 lalu Kementerian ESDM merencanakan evaluasi pada 22 Wilayah Kerja terminasi.
Ke-22 WK tersebut masa kontrak kerjasamanya berakhir pada 2020 hingga 2026.
Sejumlah blok yang belum diputuskan yakni Blok Jabung dengan Kontraktor saat ini Petrochina Internastional Jabung Ltd yang memiliki hak partisipasi sebesar 42,86%, Petronas Carigali Jabung Ltd (42,86%), dan Pertamina (14,29%). Blok ini akan berakhir kontraknya pada 26 Februari 2023 mendatang.
Arcandra mengungkapkan proses evaluasi untuk Blok ini masih berlangsung. "Masih, sedang proses," jelas Arcandra.
Blok lainnya yakni Blok Bangko dengan kontraktor Petrochina Int Bangko Ltd yang habis kontraknya pada 16 Februari 2025. Kemudian Blok Pangkah dengan kontraktor PT Saka Energi Indonesia yang habis kontraknya pada 7 Mei 2025.
Baca Juga: Pertamina Hulu Energi kejar target pengeboran
Selain itu, Petronas Carigali Muriah Ltd (PCML) selaku kontraktor dengan PI sebesar 80% dan Saka Energi Muriah sebesar 20% pada Blok Muriah yang habis masa kontraknya pada 31 Desember 2026.
Dalam catatan Kontan.co.id, dari tahun 2017-2019, setidaknya ada 10 blok migas yang dikelola oleh Pertamina. Sayangnya, produksi Pertamina di sejumlah blok terminasi pun mengalami penurunan. Padahal, tak sedikit blok migas terminasi yang dilimpahkan kepada Pertamina.
Tak cukup dengan itu, Pertamina pun masih mengincar blok terminasi lainnya, yang terdekat adalah Blok Corridor. Di blok yang akan terminasi pada tahun 2023 itu, Pertamina tengah bersaing dengan ConocoPhillips dan Repsol.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Fatar Yani Abdurrahman membenarkan terjadinya penurunan produksi di sejumlah blok terminasi. "Iya penurunannya rata-rata 4%, masih oke lah," jelas Fatar ketika ditemui di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Dorong potensi migas, ini sejumlah strategi SKK Migas
Lebih lanjut Fatar menjelaskan pemerintah tentunya akan berupaya untuk mengecilkan persentase tersebut. Upaya tersebut dirasa perlu sebab Pemerintah memiliki target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dirasa tinggi.
Disisi lain Kementerian ESDM menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 3/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Permen ESDM Nomor 23/2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang akan berakhir kontrak kerja samanya.
Menanggapi Permen tersebut, Djoko Siswanto yang kala itu masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Migas ESDM bilang aturan tersebut sebagai penegasan hukum dan langkah pencegahan agar tidak terjadi penurunan produksi. “Asalkan sudah teken (PSC), kontraktor baru dapat melakukan pembiayaan atau melakukan sendiri kegiatan operasi,” jelas Djoko.
Lebih lanjut Djoko mencontohkan, baik PT Pertamina maupun kontraktor baru lainnya yang mengambil alih blok migas terminasi dapat melakukan pembiayaan maupun pengeboran di blok tersebut sebelum kontrak baru berlaku efektif. Adapun opsi lainnya yakni Pertamina maupun kontraktor baru hanya membiayai dan kegiatan operasi sepenuhnya dilaksanakan kontraktor eksisting.
Sejatinya mekanisme ini sudah diterapkan di Blok Mahakam, adanya aturan ini untuk memastikan dasar hukum dari pelaksanaan di lapangan. "Dengan adanya dasar hukum maka akan lebih firm. Seandainya Pertamina belum efektif berlaku kontraknya, boleh tidak dia masuk pembiayaan, jika tidak maka produksi kemungkinan turun,” jelas Djoko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News