kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.692.000   8.000   0,48%
  • USD/IDR 16.404   -2,00   -0,01%
  • IDX 6.595   -50,44   -0,76%
  • KOMPAS100 980   -9,67   -0,98%
  • LQ45 769   -7,73   -1,00%
  • ISSI 201   -1,64   -0,81%
  • IDX30 398   -3,55   -0,89%
  • IDXHIDIV20 479   -3,97   -0,82%
  • IDX80 111   -1,09   -0,97%
  • IDXV30 116   -0,70   -0,60%
  • IDXQ30 131   -1,34   -1,01%

Stop Ketergantungan LPG Impor, Pemerintahan Prabowo Disarankan Segera Perluas Jargas


Rabu, 12 Februari 2025 / 21:57 WIB
Stop Ketergantungan LPG Impor, Pemerintahan Prabowo Disarankan Segera Perluas Jargas
ILUSTRASI. Warga memasak menggunakan kompor gas sambungan rumah tangga di Duren Sawit, Jakarta Timur, DKI Jakarta, Kamis (20/11/2023). PT Perusahaan Gas Negara (Persero) menargetkan 303.039 sambungan gas baru dibangun di Ibu Kota hingga akhir 2023. ANTARA FOTO/ M Riezko Bima Elko Prasetyo/wpa/YU


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangunan jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga (Jargas) perlu semakin ditingkatkan.

Selain sebagai solusi mengurangi ketergantungan terhadap LPG (elpiji) juga mendorong terwujudnya Astacita presiden Prabowo di bidang energi.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan bahwa investasi negara dalam infrastruktur Jargas perlu ditingkatkan karena memiliki manfaat strategis.

“Karena dapat mengurangi ketergantungan pada LPG impor, menghemat subsidi, dan mendukung diversifikasi energi nasional,” ujarnya dalam keterangan pada Rabu (12/2).

Baca Juga: Menteri ESDM Tawarkan Investor Bangun Pabrik LPG di Indonesia

Selain investasi dari korporasi, pembangunan Jargas sejauh ini masih terbatas karena pendanaannya mayoritas berasal dari APBN dan beberapa wilayah saja yang telah memiliki infrastruktur.

Padahal, Josua mengungkapkan, Jargas akan lebih ekonomis dibandingkan LPG.

“Dari segi biaya, Jargas lebih ekonomis dibanding LPG. Berdasarkan perhitungan dalam dokumen, gas bumi memiliki biaya per MMBTU lebih rendah daripada LPG dan minyak tanah, yang berarti pengalihan dari LPG ke Jargas akan menghemat pengeluaran subsidi negara,” terangnya.

Empat hal menurut Josua perlu dilakukan dalam rangka akselerasi Jargas. Pertama, saat ini pemanfaatan gas bumi masih terbatas pada kota-kota tertentu seperti Palembang, Surabaya, Sidoarjo, Depok, Tarakan, dan beberapa wilayah lain.

Baca Juga: Awasi Distribusi LPG 3 Kg, ESDM Berencana Bentuk Badan Pengawas

Perlu dilakukan perluasan infrastruktur ke wilayah perkotaan dan industri lain yang dekat dengan sumber gas yang akan menekan biaya investasi dan distribusi.

“Kedua, pembangunan Jargas bisa dipercepat dengan skema Public-Private Partnership (PPP) mengingat keterbatasan APBN dalam membangun seluruh jaringan. Ketiga, Mengingat pengembangan jargas membutuhkan investasi tinggi, insentif berupa subsidi pembangunan infrastruktur atau pajak dapat mendorong minat investor,” ulasnya.

Keempat, lanjut Josua, meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat.

“Salah satu kendala dalam implementasi jargas adalah minimnya pemahaman masyarakat tentang manfaat Jargas dibanding LPG. Oleh karena itu, kampanye masif diperlukan,” imbuhnya.

Baca Juga: PGN Targetkan 1 Juta Sambungan Jargas Rumah Tangga pada 2025

Sejauh ini, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang mendapatkan penugasan pembangunan Jargas ke rumah tangga (Sambungan Rumahtangga/SR) merupakan salah satu pihak paling konsisten menambah jumlah SR.

Total telah terdapat lebih dari 820 ribu pelanggan atau setara 84 ribu metrik ton LPG yang dikelola PGN tersebar di wilayah Jabodetabek, Cirebon, sejumlah kota di Jawa Timur, dan beberapa daerah lainnya.

Terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya menyatakan bahwa pembangunan Jargas sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada impor LPG dan memperkuat kedaulatan energi nasional.

Terlebih, Bahlil menjelaskan, LPG dalam kondisi yang memprihatinkan seiring terus meningkatnya kebutuhan sehingga beban impor dan subsidi akan semakin membengkak.

Baca Juga: Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Bakal Geber Investasi dan Nilai Tambah Energi

Konsumsi LPG nasional mencapai 8 juta ton per tahun sedangkan kapasitas produksi hanya mencapai 1,7 juta ton.

“Gas (LPG) itu 8 juta ton per tahun konsumsi kita. Industri LPG kita itu hanya 1,7 juta ton, selebihnya kita impor. Jadi impor kita 6 sampai 7 juta ton,” ungkap Bahlil.

Dengan kondisi seperti itu, negara menggelontorkan dana subsidi gas untuk LPG mencapai sebesar Rp60 triliun sampai Rp80 triliun.

Selanjutnya: Wall Street Anjlok, Rilis Data Inflasi Memupus Harapan Pemangkasan Suku Bunga

Menarik Dibaca: Mama's Choice Luncurkan Varian Rasa Pasta Gigi Anak Baru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×