Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) menyatakan kesiapan untuk mengimplementasikan Biodiesel 50 (B50) pada tahun 2026.
Walau begitu, Sekretaris Jenderal Aprobi Ernest Gunawan memprediksi pengusaha masih butuh peningkatan kapasitas terpasang untuk biodiesel setidaknya 4 juta kilo liter (kl) dalam mengimplementasi kebijakan ini.
Sementara kapasitas yang terpasang saat ini baru mencapai 19,6 juta kl untuk kebutuhan B40 yang ditarget 15,6 juta kl di tahun ini.
Baca Juga: B40 Mulai 1 Januari 2025, Produksi Biodiesel Ditargetkan Capai 15,62 Juta KL
"Kalau B50 dengan kapasitas yang ada sekitar 19,6 juta sepertinya kita membutuhkan tambahan 4 juta kl," katanya saat dijumpai Kontan, di Jakarta, Kamis (6/3).
Ernest mengatakan tahun ini, Aprobi akan memiliki dua anggota baru yang diharapkan dapat menambah kapasitas produksi sebanyak 1 sampai 1,5 juta kl. Dengan tambahan itu, Indonesia masih membutuhkan 2,5 juta kl lagi untuk implementasi B50 di tahun depan.
Pasalnya, kapasitas alat yang terpasang untuk produksi tidak bisa dilakukan 100%. Menurutnya maksimal produksi yang umumnya dilakukan mencapai 80-85% untuk kebutuhan perawatan mesin.
"Karena adanya maintenance yang harus kita perhitungkan. Jadi produksi tidak bisa full 100% dari kapasitas terpasang," pungkasnya.
Baca Juga: Kementerian ESDM Bidik Pemanfaatan Biodiesel 12,5 Juta kL pada 2025
Kemudian dari sisi bahan baku, Aprobi memperhitungkan Indonesia akan memerlukan CPO sebanyak 17 juta sampai18 juta ton per tahun. Jumlah ini akan digunakan untuk produksi B50 yang ditargetkan 19-20 juta kl.
"Apakah bisa B50 di tahu depan? saya sampaikan kebetulan untuk kapasitas (produksi) tahun ini 19,6 juta kl, sekarang B40 alokasinya 15,6 juta kl, artinya sudah averege dan bisa dilakukan (B50),"jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyatakan bahwa perluasan lahan perkebunan sawit diperlukan untuk memenuhi target mandatori bahan bakar nabati berbasis sawit, mulai dari campuran 50% (B50) hingga 100% (B100).
"Ke depan, kami melihat bahwa program B50, B60, hingga B100 akan membutuhkan tambahan lahan untuk memastikan ketersediaan bahan baku," ujar Yuliot di Kantor DPD, Senin (24/2).
Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) Tambah Satu Armada B737-800NG pada Momen Nataru 2024/2025
Selain itu, ia juga menyoroti potensi pemanfaatan kebun sawit milik masyarakat dan koperasi sebagai sumber bahan baku untuk mendukung kebijakan mandatori biodiesel tersebut.
"Ada kebun-kebun masyarakat dan kebun koperasi yang berpotensi untuk didorong sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan implementasi biodiesel, termasuk hingga ke tahap B100," tambahnya.
Selanjutnya: Konglomerat Prajogo Pangestu dan Tomy Winata Angkat Bicara Usai Bertemu Prabowo
Menarik Dibaca: Robert Kiyosaki Sebut Orang yang Jual Bitcoin dengan Julukan Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News