kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Terpapar dampak corona, pengembangan pembangkit listrik surya menjadi suram


Selasa, 21 April 2020 / 16:38 WIB
Terpapar dampak corona, pengembangan pembangkit listrik surya menjadi suram
ILUSTRASI. Dampak dari pandemi Corona (covid-19) ikut menghambat sejumlah proyek dan pengembangan pembangkit listrik surya.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak dari pandemi corona (covid-19) ikut menghambat sejumlah proyek dan pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Berdasarkan kajian dari Institute for Essential Service Reform (IESR), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menjadi jenis EBT yang turut terhambat pengembangannya karena Corona.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengungkapkan, hingga akhir tahun 2019 dan awal 2020 sebelum adanya pandemi, perkembangan PLTS baik itu yang berskala besar maupun PLTS Atap telah menunjukkan tren yang positif. Sampai akhir tahun lalu, total kapasitas terpasang PLTS telah mencapai 152 Megawatt (MW).

Selain itu, PLN juga telah menghasilkan tender untuk proyek PLTS di Bali Barat dan Bali Timur berkapasitas 2x25 MW dengan harga di bawah US$ 0,059 per kWh. Menurut Fabby, keekonomian PLTS skala besar bertambah kompetitif dengan turunnya harga listrik lebih dari 40% dari proyek-proyek sebelumnya.

Baca Juga: Opsi pendanaan PLTU berkurang, bisa jadi peluang bagi pengembangan EBT

Dari sisi penggunaan PLTS Atap, pemaasangan secara on-grid juga tumbuh signifikan dengan adanya 1.580 pemasangan PLTS Atap hingga Desember 2019. Pada tahun ini, IESR memperkirakan perkembangan PLTS Atap kian cerah dengan prospek PLTS Atap di segmen komersial dan industri mencapai lebih dari 200 MW.

"Perkembangan PLTS di 2019 perkembangannya lebih positif. Prospek PLTS di awal 2020 sebenarnya juga cukup positif," kata Fabby dalam diskusi virtual yang digelar Selasa (21/4).

Namun, kondisinya menjadi berbeda setelah masa pandemi corona. Fabby menyebut, perkembangan PLTS, khususnya Atap bakal tertekan seiring dengan pelemahan ekonomi dan menurunnya tingkat pertumbuhan permintaan listrik. Apalagi, dengan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah, harga unit PLTS Atap pun naik sekitar 15%-20%.

Berdasarkan survei IESR terhadap perusahaan di sektor Engineering, Procurement, Construction (EPC) PLTS, permintaan PLTS atap skala rumah tangga pada Maret-April mengalami kontraksi hingga 50%-100%. Sementara untuk segmen komersial dan industri mengalami kontraksi 50%-70%.

"Outlook dalam 6 bulan ke depan sampai Kuartal III-2020 negatif, artinya tidak ada permintaan baru. Dalam kondisi sekarang lebih memilih menahan investasi sebagai dampak dari cash flow yang terganggu," ungkap Fabby.

Pertimbangan lainnya, imbuh Fabby, di tengah kondisi saat ini, perhitungan keekonomian PLTS Atap pun mengalami perubahan. Menurutnya, waktu payback investasi menjadi naik 1-2 tahun dari perhitungan awal.

Lebih lanjut, Fabby pun menaksir proyek PLTS ikut mengalami hambatan bahkan terjadi pemunduran jadwal proyek. Hal itu terjadi lantaran supply chain peralatan dan logistik yang terganggu Corona. Sebagai contoh, ia memperkirakan proyek PLTS Bali Barat dan Bali Timur akan mundur 3-6 bulan dari jadwal. Sementara pelaksanaan lelang proyek baru bisa tertunda 3-4 bulan.

"Perusahaan yang baru mulai menunggu sampai situasi reda. Proyek-proyek yang belum dieksekusi akan tertunda, semnatra yang sudah konstruksi akan mengalami kendala karena supply chain yang terganggu," sebutnya.

Baca Juga: Kencana Energi Lestari (KEEN) pastikan proyek pembangkit listrik EBT tetap berjalan

Di sisi lain, Fabby mengatakan bahwa efek pandemi Corona ini sangat menekan industri modul PLTS photovoltaic (pv) lokal. Menurut Fabby, sejumlah produsen lokal terutama yang hanya mengandalkan pasar domestik melalui proyek pemerintah berpotensi untuk collapse dalam 6 bulan ke depan jika tidak ada pemesanan baru.

Tak hanya melemahnya permintaan, industri modul surya dalam negeri juga tertekan oleh harga impor bahan baku yang melonjak, kurs rupiah serta kendala logistik. Padahal, kapasitas produksi modul surya lokal mencapai 500 MW-600 MW.

"Masa depan industri pv domestik terancam dari sisi modal kerja, tenaga kerja dan daya saing produk," kata Fabby.

Di tengah tekanan pandemi seperti saat ini, Fabby mangajukan sejumlah usulan agar prospek pengembangan PLTS bisa tetap bersinar. Menurutnya, pemerintah harus tetap mendorong permintaan PLTS domestik, termasuk melalui proyek-proyek pemerintah. Sehingga target 30% atap bangunan pemerintah dengan PLTS bisa tetap dikejar pada 2020 dan 2021.

Baca Juga: Ada Pandemi corona, bagaimana nasib revisi UU Minerba dan penyusunan UU EBT?

Fabby juga melihat perlunya dukungan pembiayaan untuk pemasangan PLTS Atap rumah tangga maupun bangunan kmersial dan industri, seperti melalui softloan. Selain itu, ia juga mengusulkan adanya dukungan modal usaha dan pembiayaan terhadap industri pv modal, serta jaminan pembelian produk untuk PLTS program pemerintah.

Lebih lanjut, Fabby juga mengusulkan adanya realokasi subsidi listrik untuk rumah tangga miskin golongan 450 VA dan 900 VA untik instalasi PLTS Atap on-grid berkapasitas 1,5-2 kWp per rumah tangga. Ia bahkan mengusulkan program PLTS Atap sebagai upaya pemulihan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang bisa diintegrasikan dengan program Kartu Prakerja.

Dalam perhitungannya, jika pemerintah menargetkan instalasi PLTS Atap sebanyak 1 Gigawatt peak (GWp) per tahun untuk rumah tangga miskin golongan pelanggan PLN 450 VA dan 900 VA, maka akan ada sekitar 500.000 rumah yang terpasang dengan kapasitas 2 kWp.

Menurutnya, dana yang dibutuhkan untuk program tersebut berkisar di angka Rp 13 triliun-Rp 15 triliun dan selama setahun dapat menyerap tenaga kerja sekitar 20.000 orang dan indirect employment sekitar 10.000 orang.

"Jadi tidak hanya meningkatkan jumlah kapasitas EBT. Tapi EBT bisa sebagai stimulus pertumbhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja," kata Fabby.

Baca Juga: Ini 6 startup EBT yang masuk program inkubasi dan akserasi New Energy Nexus

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×