Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
Karena itu, dalam penerapan PSR mencakaup empat aspek. Pertama, aspek legalitas tanah, kedua aspek produktivitas, ketiga aspek sustainablility dan keempat memenuhi sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Direktur Eksekutif Gapki, Mukti Sardjono mengatakan, masalah yang muncul di lapangan saaat ini masih tingginya tanaman sawit rakyat yang sudah memasuki masa peremajaan dan tingkat produktivitas yang rendah. Padahal pemerintah menargetkan setiap PSR setiap tahun minimal 180.000 hak.
Lebih lanjut kata Mukti, dana PSR yang disediakan sebesar Rp 30 juta hanya cukup untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)1. “Lantas bagaimana dengan dana sampai TM1, sumber pendapatan pekebun selama tanaman belum menghasilkan?” tutur Mukti.
Baca Juga: Rekor Ekspor Indonesia Bergantung Komoditas
Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, dalam pemberdayaan petani kelapa sawit swadaya kerap tidak sesuai sasaran, kata dia, ibarat peribahasa “lain gatal lain yang digaruk”.
Sebab itu kedepan perlu ada komitmen dari para pelaku kelapa sawit untuk mendukung pengembangan petani sawit swadaya. Terlebih saat ini sebanyak 20 kebupaten/kota telah berkomitmen menerapkan Rancana Aksi Daera (RAD), yang sejatinya bisa bermanfaat bagi perkebunan kelapa sawit.
“Bila melihat kondisi petani kelapa sawit sangat miris, belum lagi perlu adanya peningkatan Best Management Practicess (BMP),” ungkap Darto.
Selanjutnya: Harga sejumlah komoditas berangsur turun, ekspor Indonesia bisa melorot
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News