Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merevisi aturan main divestasi saham perusahaaan pertambangan mineral dan batubara (minerba). Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 43 Tahun 2018 yang diundangkan pada 25 September lalu.
Ada enam poin perubahan dalam peraturan yang mengubah Permen ESDM Nomor 09 Tahun 2017 ini. Dua diantaranya ialah penambahan Pasal 4A, yang menyatakan bahwa divestasi saham dapat dilakukan melalui penerbitan saham baru dan/atau pengalihan, atau penjualan saham yang sudah ada baik secara langsung maupun tidak langsung.
Lalu perubahan pada Pasal 14 soal harga divestasi, dimana harga saham divestasi dari pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang ditawarkan kepada Peserta Indonesia dihitung berdasarkan harga pasar yang wajar (fair market value) dengan tidak memperhitungkan cadangan minerba kecuali yang dapat ditambang selama jangka waktu IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.
Sementara perhitungan harga pasar yang wajar tersebut dilakukan dengan metode discounted cash flow atas manfaat ekonomis selama periode dari waktu pelaksanaan divestasi hingga akhir masa berlakunya IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi, dan/atau melalui perbandingan data pasar (market data benchmarking).
Menurut Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso, revisi tersebut relatif lebih bisa memberikan kepastian dalam cara negosiasi dan penetapan nilai divestasi.
Sedangkan mengenai penerbitan saham baru, Budi menilai itu tergantung pada kepentingan pemegang saham sebelumnya serta rencana perusahaan tersebut. “Betul, itu tergantung kepentingan pemegang saham sebelumnya dna rencana perusahaan,” ujarnya, saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (8/10).
Sebagai informasi, selain PT Freeport Indonesia yang saat ini tengah dalam proses divestasi saham oleh Inalum, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) juga akan kembali melakukan proses divestasi. Sesuai dengan amandemen Kontrak Karya tahun 2014, Vale Indonesia diwajibkan mendivestasi 40% sahamnya.
Sebesar 20% saham sudah lebih dulu dilepas, dan sisa divestasi 20% bakal dilakukan paling lambat Oktober 2019. Senior Manager Communications Vale Indonesia Budi Handoko berujar, pihaknya tetap berkomitmen atas divestasi tersebut.
Namun, saat ditanya soal dampak dari peraturan baru tersebut terhadap proses divestasi tersebut, Budi masih irit bicara. Begitu pun terkait dengan kemungkinan untuk menerbitkan saham baru atau mengikuti mekanisme lain yang dimungkinkan dalam Permen baru ini, Budi bilang, pihaknya masih melakukan kajian.
“Tentu saja kami harus mengkaji dampak Permen baru tersebut terhadap komitmen ini (divestasi). Soal itu (menerbitkan saham baru, pada pasar modal atau mekanisme lain yang dimungkin dalam Permen baru) kami masih mengkajinya,” ujarnya.
Sementara, menurut Analis Binaartha Sekuritas M. Nafan Aji, jika Vale Indonesia menerbitkan saham baru, hal itu akan memberikan katalis positif sehingga mempengaruhi kinerja harga sahamnya ke depan. Nafan menyebutkan, kondisi di komoditas nikel dunia yang masih cenderung kondusif seiring dengan meningkatnya global demand juga akan menjaga kinerja Vale Indonesia.
“INCO sudah lama bullish, sehingga bisa maintain buy dengan estimasi jangka menengah hingga jangka panjang di level 3.790. Penerbitan saham baru akan memberi katalis positif dengan meningkatnya minat maupun demand,” jelas Nafan.
Pembangunan Smelter
Nafan juga menjelaskan, poin penting mengenai kinerja Vale Indonesia ialah soal ekspansinya dalam membangun pabrik pengolahan di Bahadopi dan Pomala. Adapun pabrik pengolahan saprolit yang merupakan bahan utama pembuatan stainless steel akan dibangun di Bahadopi. Sedangkan pabrik pengolahan limonit yang merupakan bahan utama pembuatan baterai listrik akan dibangun di Pomala.
Sementara menurut Budi Handoko, pabrik pengolahan atau smelter Vale Indonesia masih dalam tahap pemilihan partner yang akan dilanjutkan dengan definitive feasibility study. “Targetnya pada Q1 tahun 2019 kami sudah memilih partner untuk Greenfield projects kami di Bahodopi dan Pomala yang akan dilanjutkan dengan definitive feasibility study” jelas Budi.
Ia juga menyebutkan bahwa calon partner Vale Indonesia untuk pembangunan pabrik pengolahan di Pomala adalah Sumitomo Metal Mining. Sementara untuk Bahadopi, calonnya adalah beberapa perusahaan dari Tiongkok dan Jerman. “Calon partner kami di Pomala, Sumitomo Metal Mining. Di Bahodopi ada beberapa perusahaan awal Tiongkok dan Jerman yang belum bisa di-disclose,” ungkapnya.
Soal kinerja produksi dan penjualan terkini, Budi masih belum bersedia membeberkan rinciannya. Namun Budi bilang, untuk penjualan nikel, seluruhnya masih 100% diekspor ke Jepang.
Mengingat PT Vale memiliki Kontrak penjualan nikel jangka panjang dengan Sumitomo Metal Mining dan Vale Canada Limited. “100% ke Jepang. Kontrak dengan Vale Canada juga dikirim ke Jepang,” ujarnya.
Karenanya, Budi menyebut, pelemahan rupiah yang belakangan ini terjadi memberikan dampak positif bagi Vale Indonesia. Hal ini mengingat 100% revenue Vale Indonesia ada dalam dollar Amerika Serikat, sedangkan sebagian cost dalam rupiah.
Mengenai produksi, menurut catatan Kontan.co.id, total produksi nikel Vale selama semester I-2018 mengalami penurunan 3,59% menjadi 36.034 ton dibangkan produksi pada semester I-2017 sebesar 37.331 ton. Sementara untuk produksi tahun ini Vale mematok target sebesar 77.000 ton.
Selain diakibatkan adanya penundaan beberapa aktivitas pemeliharaan, penurunan produksi tersebut juga disebabkan oleh tingkat kandungan nikel rata-rata yang lebih rendah selama tiga bulan pertama 2018. “Penundaan aktivitas pemeliharaan hanya berdampak pada Q2. Sedangkan Semester I hanya terkait nikel grade yang mana sudah membaik di Q3,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News