kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Walhi: Industri tambang Indonesia belum mampu mematuhi kaidah lingkungan dengan baik


Selasa, 12 Januari 2021 / 11:20 WIB
Walhi: Industri tambang Indonesia belum mampu mematuhi kaidah lingkungan dengan baik


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

Lagi pula, dalam beberapa kasus, program CSR justru hanya digunakan untuk memperbaiki citra perusahaan tambang di mata masyarakat dan pemerintah yang pada kenyataannya perusahaan tersebut justru tidak patuh terhadap kaidah-kaidah keselamatan lingkungan. Dengan kata lain, CSR malah ditujukan untuk kepentingan perusahaan tersebut.

“Seringkali kegiatan CSR lebih banyak biaya promosi dan public relations-nya, tapi tidak tepat sasaran,” imbuh dia.

Lebih lanjut, menurut Nur, industri pertambangan khususnya batubara sudah memasuki fase sunset. Hal ini ditandai dengan mulai banyaknya negara-negara konsumen batubara yang beralih menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan.

Sayangnya, Indonesia masih terlalu jor-joran dalam mengeksploitasi batubara. Meski bukan menjadi pemilik cadangan terbesar, Indonesia justru bisa mengekspor batubara dalam jumlah melimpah dan melebihi kemampuan negara-negara lainnya. Hal ini menandakan laju eksploitasi batubara di Indonesia sangat masif.

Baca Juga: Trinitan Metals & Minerals (PURE) dukung industri baterai kendaraan listrik Indonesia

Adanya kebijakan hilirisasi pertambangan tidak bisa menjadi jaminan Indonesia mampu lepas dari belenggu eksploitasi minerba yang berlebihan dan melakukan transisi energi dengan benar. Malah, bagi WALHI, hilirisasi pertambangan cenderung menunjukkan bahwa pemerintah terkesan tunduk terhadap kepentingan pelaku usaha.

Ini terbukti dengan adanya sejumlah insentif yang akan diberikan kepada pelaku usaha tambang yang melakukan hilirisasi, meski perusahaan tersebut telah berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan akibat tambang.

“Masalahnya, kewajiban hilirisasi juga belum ditaati oleh banyak pelaku industri tambang. Padahal, hilirisasi sudah harus dilakukan sejak beberapa tahun lalu setelah UU Minerba yang lama terbit,” tegas Nur.

Tak hanya itu, hilirisasi tambang juga belum tentu sukses jika tidak ada integrasi antara hulu dengan hilir. Sebab, salah satu tantangan hilirisasi adalah belum siapnya industri yang bersifat end user menyerap produk olahan tambang dari sektor hulu.

Dengan begitu, selama Indonesia tidak memiliki industri manufaktur yang kuat, besar kemungkinan hasil tambang nasional masih hanya menjadi sekadar penyuplai bahan baku industri tertentu.

Selanjutnya: Program prioritas sektor ESDM untuk tahun 2021 telah ditetapkan, berikut daftarnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×