Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendorong adanya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tarif listrik yang murah untuk keperluan berusaha.
Biaya energi yang murah dinilai mampu menolong dunia usaha, termasuk sektor bisnis dan industri untuk bisa bertahan di tengah tekanan pandemi corona (covid-19).
Oleh sebab itu, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengungkapkan, pihaknya mendukung jika ada rencana pemerintah untuk menurunkan harga BBM dan tarif listrik untuk keperluan usaha.
Baca Juga: Soal penurunan harga BBM, pemerintah pentingkan pengusaha ketimbang rakyat kecil
"Sektor usaha sangat terpukul akibat wabah Covid-19. Oleh karena itu, perlu diberikan insentif, salah satunya dengan turunnya tarif listrik dan BBM," kata Tulus kepada Kontan.co.id, Rabu (27/5).
Kendati begitu, Tulus menekankan bahwa penurunan harga energi tersebut tidak boleh semakin membebani BUMN, yang secara korporasi saat ini juga sedang babak belur dihajar dampak dari pandemi covid-19 dan efek gulir yang ditimbulkannya. O
leh sebab itu, katanya, pemerintah harus bersikap adil untuk ikut menanggung beban PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) selaku operator, yakni dengan memberikan kompensasi atas penyesuaian harga tersebut.
Artinya, penurunan harga BBM dan tarif listrik tersebut harus ditanggung oleh negara, bukan dibebankan kepada BUMN. "Pemerintah harus fair. Turunnya tarif listrik dan harga BBM jangan dibebankan kepada operator. Pemerintah harus membayar selisih dari penurunan itu, sebab untuk apa jika maksudnya memberikan insentif kepada sektor usaha, tapi berpotensi membangkrutkan BUMN?," ujar Tulus.
Baca Juga: Cegah stres saat jaga pasokan listrik, PJB bikin kompetisi video kreatif buat pegawai
Untuk saat ini, Tulus menilai penurunan harga energi tersebut cukup diberikan terlebih dulu untuk keperluan usaha. Asalkan, penurunan harga BBM dan tarif listrik tersebut bisa menjaga ketersediaan barang maupun keterjangkauan harga kebutuhan pokok masyarakat.
"Yang penting saat ini kebutuhan pokok, harga pangan terjaga, itu sangat kritis. Semua membutuhkan komoditas yang terjangkau. Jadi untuk logistik dan industri pemerintah bisa me-review menurunkan harga, dengan asumsi menjaga biaya logistik dan bisa dikompensasi dengan terjaganya bahan pokok," terang Tulus.
Ia pun menyoroti terkait dengan tidak turunnya harga BBM di dalam negeri, meski dalam beberapa bulan belakangan ini harga minyak dunia merosot begitu dalam.
Baca Juga: Dorongan ekonomi dari pemerintah masih loyo
Menurut Tulus, penyesuaian harga BBM memang perlu dipertimbangkan secara hati-hati di tengah kondisi pandemi seperti sekarang. Namun, dalam hal ini pemerintah terlihat tidak konsisten terkait implementasi kebijakan penyesuaian harga.
Tulus menyebut, ketidakkonsistenan pemerintah itu juga terlihat dalam penyesuaian tarif listrik. Meski ada aturan tariff adjusment, namun ketika tarif seharusnya naik pada tahun 2018 seiring dengan tinggi harga energi primer, pemerintah memilih untuk tetap menahan tarif. Kebinyakan energi ini disinyalir juga tak bisa dilepaskan dari pertimbangan politis.
Tulus pun meminta pemerintah bisa konsisten dan lebih transparan lagi dalam implementasi kebijakan penyesuaian harga BBM dan tarif listrik. "Tarif adjusment sudah bagus, tapi kemudian tidak diterapkan juga. Pemerintah tidak konsisten. Listrik, BBM juga begitu. Contohnya di 2018-2019 tidak naik karena ada Pemilu," ungkap Tulus.
Baca Juga: Rencana penurunan harga BBM sangat terlambat dibanding negara tetangga
Dengan belum adanya penurunan harga BBM hingga saat ini, Tulus pun meminta kepada pemerintah dan Pertamina untuk tidak sertamerta melakukan kenaikan harga BBM jika nanti harga minyak mentah dunia kembali melonjak. "Kalau nanti harga minyak mentah naik, pemerintah dan Pertamina tidak boleh tergopoh-gopoh menaikkan harga BBM," pungkas Tulus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News