kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.926.000   -27.000   -1,38%
  • USD/IDR 16.520   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.833   5,05   0,07%
  • KOMPAS100 987   -1,19   -0,12%
  • LQ45 765   1,61   0,21%
  • ISSI 218   -0,33   -0,15%
  • IDX30 397   1,17   0,30%
  • IDXHIDIV20 467   0,48   0,10%
  • IDX80 112   0,13   0,12%
  • IDXV30 114   0,08   0,07%
  • IDXQ30 129   0,38   0,29%

APBI: Demand batubara anjlok dan alami oversupply, perlu ada pengendalian produksi


Rabu, 03 Juni 2020 / 19:44 WIB
APBI: Demand batubara anjlok dan alami oversupply, perlu ada pengendalian produksi
ILUSTRASI. Kapal Tongkang pembawa batubara melintasi aliran Sungai Batanghari di Kabupaten Muarojambi, Jambi, Rabu (27/1). Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi menyebutkan, produksi batubara daerah itu sepanjang 2015 hanya mencapai 3,6 juta ton ata


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai imbas dari pandemi corona (covid-19), permintaan (demand) batubara global ditaksir bakal anjlok lebih dari 70 juta ton di tahun ini. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) memprediksi, demand batubara domestik pun bakal mengalami penurunan yang signifikan.

Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia menyampaikan, kondisi tersebut utamanya dipicu oleh melemahnya permintaan dari pasar utama batubara, seperti China dan India, yang menerapkan kebijakan lockdown sejak beberapa waktu lalu. Sehingga dalam perhitungan wajar, demand di tahun ini bisa berkurang lebih dari 70 juta ton dibanding proyeksi awal tahun, sebelum adanya pandemi covid-19.

Baca Juga: Belum tertarik revisi RKAB, ADRO masih fokus kejar target sesuai panduan di 2020

Apalagi, kondisi perekonomian dunia hingga akhir tahun pun tampaknya belum mampu mendorong konsumsi energi, termasuk permintaan batubara ke level normal. Bahkan, bisa jadi permintaan batubara malah semakin anjlok. "Kondisi di kuartal II hingga kuartal IV permintaan batubara akan semakin melemah mengingat belum membaiknya kondisi perekonomian dunia salah satunya akibat pandemi covid-19," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Rabu (3/6).

Tak hanya di pasar global, pelemahan demand pun diprediksi bakal terjadi di pasar domestik. Maklum, sebagian besar konsumsi batubara dalam negeri diserap untuk kebutuhan listrik. Namun dengan adanya pandemi covid-19, kata Hendra, konsumsi listrik berkurang yang kemudian berimbas pada merosotnya permintaan batubara oleh PLN.

Hendra bilang, konsumsi batubara dalam negeri ditaksir hanya berkisar di angka 100 juta ton. "Menurut estimasi kami dari beberapa sumber, permintaan batubara domestik menurun drastis. Jauh lebih rendah dibandingkan dengan rencana yang ditetapkan Pemerintah yaitu sebesar 155 juta ton," ungkapnya.

Dia pun menilai, dalam kondisi pasar yang oversupply tersebut, kepentingan untuk mengendalikan produksi komoditas batubara menjadi semakin urgent. Kendati begitu, Hendra menyadari bahwa hal tersebut bukan lah persoalan yang mudah, khususnya untuk pengendalian produksi izin-izin pertambangan di daerah (IUP) di bawah kendali pemerintah daerah.

Baca Juga: Tambah volume produksi batubara, ABM Investama (ABMM) buka opsi revisi RKAB

Di sisi lain, pengendalian produksi batubara juga bakal berdampak terhadap penerimaan negara. "(Pengendalian produksi) Ini bisa menjadi solusi untuk sementara waktu, namun tentu tidak mudah bagi pemerintah mengingat target penerimaan negara yang masih cukup penting apalagi ditengah kondisi keuangan negara yang sedang sulit," terang Hendra.

Terkait dengan pengendalian produksi ini, Hendra pun mengaku belum menerima laporan terkait pengajuan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) oleh anggota APBI kepada Kementerian ESDM. Dia menyebut, perubahan target produksi perusahaan masih sulit diprediksi. Paling tidak, masih perlu beberapa minggu untuk mempertimbangkan kondisi harga dan pasar batubara.

"Perusahaan tambang masih mencermati keadaan untuk beberapa minggu ke depan. Namun untuk perusahaan-perusahaan IUP di daerah, kami belum tahu pasti kondisinya seperti apa," sebut Hendra.

Baca Juga: Hadapi new normal, Adaro Energy (ADRO) masih pertahankan panduan operasional

Menurutnya, apabila dampak pandemi Covid-19 berlanjut di tengah kondisi pasar yang sangat oversupply, maka target RKAB awal yang diajukan perusahaan ditaksir tidak dapat tercapai. Kondisi ini memungkinkan terjadinya revisi RKAB.

Asal tahu saja, dalam beberapa tahun terakhir, realisasi produksi batubara selalu meroket dari target. Sebagai gambaran, dalam catatan Kontan.co.id, pada tahun 2018, saat itu target di RKAB ditetapkan sebesar 485 juta ton. Tapi, realisasi produksi di tahun itu menanjak menjadi 557 juta ton.

Sedangkan pada tahun lalu, target awal dalam RKAB dipatok di angka 489,12 juta ton. Namun, realisasi produksi hingga akhir tahun 2019 menanjak hingga menjadi 616 juta ton. Pada tahun ini, produksi batubara ditargetkan mencapai 440 juta ton dengan alokasi untuk kebutuhan domestik sebesar 155 juta ton.

Baca Juga: Indo Tambangraya (ITMG) menyerap capex US$ 5,6 juta di kuartal pertama

Hingga periode Kuartal I, realisasi produksi terbilang masih normal. Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, realisasi produksi batubara nasional hingga April 2020 mencapai 187 juta ton atau setara dengan 34% dari target tahun 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×