kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.307.000   8.000   0,35%
  • USD/IDR 16.680   -27,00   -0,16%
  • IDX 8.391   -3,35   -0,04%
  • KOMPAS100 1.160   -7,83   -0,67%
  • LQ45 845   -8,63   -1,01%
  • ISSI 290   -0,83   -0,29%
  • IDX30 444   -0,53   -0,12%
  • IDXHIDIV20 511   -2,43   -0,47%
  • IDX80 131   -0,99   -0,75%
  • IDXV30 138   -0,38   -0,28%
  • IDXQ30 140   -0,92   -0,65%

APNI Sambut Penertiban Tambang Ilegal Morowali: Jaminan Investasi Nikel


Senin, 10 November 2025 / 17:37 WIB
APNI Sambut Penertiban Tambang Ilegal Morowali: Jaminan Investasi Nikel
ILUSTRASI. Fasilitas pengolahan nikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyambut baik langkah pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang telah telah kembali menguasai lahan tambang ilegal nikel di Morowali, Sulawesi Tengah.

Terkait hal ini, Dewan Penasihat APNI, Djoko Widajatno, menilai kebijakan tersebut penting untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus menciptakan kepastian berusaha di sektor pertambangan nikel.

Ia menegaskan bahwa keberadaan tambang ilegal selama ini telah merugikan negara dan menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku tambang yang berizin.

“Yang ilegal ini kan mengambil kekayaan negara. Kalau ditertibkan, tentunya akan menambah jumlah kekayaan negara,” ujar Djoko, Senin (10/11/2025).

Baca Juga: Kementerian ESDM Bakal Pangkas Target Produksi Nikel pada 2026, Ada Apa?

Ia menjelaskan, penertiban tambang nikel ilegal juga akan menutup celah kebocoran penerimaan negara karena pelaku tambang tanpa izin selama ini tidak membayar pajak dan royalti, serta kerap memanfaatkan bahan bakar bersubsidi.

“Tambang ilegal kadang memakai bahan bakar bersubsidi, gak bayar royalti, gak bayar pajak. Itu sangat mengganggu. Kalau itu ditiadakan, pendapatan negara naik dan pasokan bahan bakar untuk masyarakat juga tidak terganggu,” tambahnya.

Djoko juga mengatakan bahwa penertiban tambang nikel ilegal tidak akan berdampak negatif terhadap produksi nikel nasional karena bijih hasil tambang tanpa izin selama ini beredar di pasar gelap.

"Kalau melalui sistem Simbara (Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar Kementerian/Lembaga), pemerintah dapat melacak asal-usul bijih nikel yang dijual ke smelter," kata dia.

Baca Juga: Satgas PKH Kuasai Tambang Nikel Ilegal di Morowali Seluas 66 Hektare

“Di Simbara itu kan ketahuan, smelter ini beli dari mana, kemudian dari tambang atau trading A. Trading A ini dapat dari siapa, apakah tambang ilegal atau legal, itu nanti bisa dicek,” tambahnya.

Lebih lanjut, Djoko menilai ketegasan pemerintah dalam menertibkan tambang nikel ilegal merupakan bagian penting dalam menciptakan iklim investasi yang sehat.

Menurutnya, kepastian hukum dan konsistensi penerapan regulasi menjadi faktor utama yang akan menarik investor ke sektor nikel.

“Kalau peraturannya tegas dan konsisten, pasti investor akan masuk. Pemerintah harus memastikan regulasi dijalankan dengan baik dan memberikan jaminan usaha bagi penambang legal,” katanya.

Ia juga mengingatkan agar pemerintah meninjau kembali kebijakan fiskal dan nonfiskal yang dinilai masih membebani pelaku usaha.

Adapun, selain kepastian hukum, faktor daya saing dan insentif investasi juga perlu diperkuat agar Indonesia tetap menarik bagi investor.

Baca Juga: PP 28/2025 Terbit, Investasi Baru Sektor Smelter Nikel Dibatasi

“Sekarang harga nikel turun, sementara pajak dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) masih tinggi. Jadi, perlu insentif fiskal dan nonfiskal agar investor tertarik masuk,” katanya.

Sebelumnya, Pemerintah melalui Satgas PKH melaporkan telah kembali menguasai lahan tambang ilegal di Morowali, Sulawesi Tengah.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna pada Rabu (05/11/2025) melaporkan bahwa Tim Satuan Tugas PKH melaksanakan klarifikasi dan penguasaan kembali oleh negara terhadap PT Bumi Morowali Utara (BMU) yang memiliki lokasi penambangan di Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.

PT BMU memiki area bukaan tambang yang masuk di dalam Kawasan Hutan (hutan produksi terbatas) tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), baik yang berada di dalam maupun di luar area Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang totalnya seluas ± 66,0144 Ha.

"Dalam kegiatan tersebut, ditemukan fakta bahwa terdapat bukaan pada kawasan hutan yang tidak dilengkapi dengan IPPKH/PPKH seluas 62,15 Ha, terdiri dari 46,03 Ha berada dalam wilayah IUP dan 15,94 Ha berada di luar wilayah IUP," ujar Anang dikutip Senin (10/11/2025).

Adapun, dari data itu, terdapat potensi denda sebesar Rp2.350.280.980.761 (dua triliun tiga ratus lima puluh miliar dua ratus delapan puluh juta sembilan ratus delapan puluh ribu tujuh ratus enam puluh satu rupiah).

Baca Juga: Kementerian ESDM Ungkap Alasan Penertiban 321,07 Hektare Tambang Nikel Ilegal

Selanjutnya: Kemenkeu Kaji Pengenaan Cukai untuk Popok Hingga Snack Bernatrium, Ini Kata Pengamat!

Menarik Dibaca: 3 Varian Moisturizer OMG Sesuai Kebutuhan Kulit, Murah Tapi Bagus!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×