Reporter: Oginawa R Prayogo | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Lembaga keuangan tertinggi di Indonesia, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku tidak bisa ikut campur terhadap aktivitas individu yang melakukan pengumpulan dana kolektif dari masyarakat.
Firdaus Djaelani, Dewan Komisioner OJK bidang Industri keuangan non Bank, menjelaskan, yang diatur BI dan juga OJK hanyalah lembaga keuangan seperti bank dan juga asuransi. "Belum ada regulasinya pengumpulan dana oleh individu. Kami tidak bisa melarang, karena itu seperti sistem arisan," ujar Firdaus ketika dihubungi KONTAN, Jumat (19/4).
Itu artinya, bisnis investasi yang dikelola Ustad Yusuf Mansur tak perlu mendapatkan izin dari regulator industri keuangan ini. Namun begitu, Firdaus mengingatkan, jika masyarakat berinvestasi melalui individu tersebut, berarti risiko akan ditanggung sendiri.
Alasannya, kata Firdaus, dana yang diinvestasikan kepada pihak tersebut (Yusuf Mansur) tidak ditanggung Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). "Peran kami hanya mengingatkan masyarakat dengan iklan layanan masyarakat. Bahwa hati-hati dengan investasi yang menjanjikan imbal hasil yang tinggi," ujar Firdaus yang pernah menjabat Kepala Eksekutif LPS.
Sedendang dan seirama dengan Firdaus, Difi Johansyah, Direktur Eksekutif Hubungan Masyarakat BI juga menjelaskan hal yang sama. Menurutnya, BI tidak memiliki regulasi yang mengatur individu mengumpulkan dana masyarakat. "Kami hanya mengatur soal bank. Kalau bukan bank, kami tidak atur," tegasnya.
Firdaus dan Difi menyatakan, jika bisnis investasi yang dikelola individu itu suatu saat ada dispute (masalah), maka nantinya aturannya mengacu pada unsur pidana yang menjadi ranah kepolisian.
Sebagai informasi, Ustad Yusuf Mansur membuka bisnis investasi yang dikelolanya sendiri tanpa memakai lembaga apa-pun. Namun Yusuf menyatakan, tidak mematok keuntungan besar dalam menjalankan bisnis investasinya. Ia bilang hanya menawarkan keuntungan sekitar 8%.
Sejak membuka diri menampung dana masyarakat, Yusuf mengaku sudah menampung dana senilai Rp 24 miliar dari ribuan investor. Dana itu, kata Yusuf, untuk membeli aset properti berupa hotel yang kemudian dikembangkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News