Reporter: Adhitya Himawan, Benediktus Krisna Yogatama, David Oliver Purba | Editor: Havid Vebri
Kebijakan pemerintah mengenakan bea masuk produk konsumsi juga membuat industri tekstil dan garmen bernafas lega. Adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor ini, diharapkan menjadi vitamin untuk bersaing dengan produk tekstil impor.
Dalam beleid ini, produk tekstil mulai dari benang, t-shirt dan produk garmen lainnya dikenakan bea masuk mulai 7,5% hingga 35%. Sama dengan produk konsumsi lain, aturan ini berlaku jika impor dari negara yang tak punya perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia.
"Aturan ini sudah lama kami tunggu. Dulu pernah direncanakan penurunan pajak, tapi tak dijalankan,” kata Iwan S. Lukminto, Presiden Direktur PT Sri Rejeki Isman Tbk ke KONTAN, Rabu (29/7).
Iwan melihat, beleid ini membuka kesempatan baginya untuk menggarap pasar tekstil domestik. Sebab, produk domestik berpotensi lebih murah jika bea masuk tekstil berlaku.
Kesempatan itu cukup besar, sebab, Asosiasi Pertekstilan Indonesia mencatat, 60,5% produk tekstil di Indonesia dikuasai produk impor. Saat bea masuk tekstil naik, saatnya produk tekstil lokal mengisi kekosongan pasar.
Tak hanya pebisnis tekstil yang senang aturan ini. Pengecer produk tekstil dan garmen merek lokal juga senang akan beleid ini. "Ini bagus melindungi produksi dalam negeri," kata Setyadi Surya, Sekretaris Perusahaan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS).
Meski demikian, Setyadi menghimbau produsen garmen domestik tidak terlena dengan stimulus ini. "Jangan menjadi manja, harus bisa meningkatkan daya saing," ujarnya.
Di balik sambutan baik industri ini, terselip kegelisahan dampak aturan ini, yaitu aksi balasan dari negara tujuan ekspor tekstil Indonesia. Hanya saja, Iwan berharap aksi balasan itu tak terjadi. "Tapi kemungkinan itu ada," jelas Iwan.
Bagi Ernovian G Ismy, Sekretaris Jenderal API menilai, aksi balas itu sulit dilakukan karena bea masuk produk tekstil itu tidak menyalahi aturan organisasi perdagangan dunia (WTO). "Ini tak akan memunculkan aksi balas," katanya.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News