Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Sudirman Widhy mengatakan strategi bisnis untuk memperluas jangkauan bisnis ke pasar ekspor batubara, selain China dan India, perlu dilakukan segera oleh penambang batubara untuk mengkompensasi berkurangnya permintaan dari dua importir batubara terbesar Indonesia, yaitu China dan India.
"Diversifikasi pasar baru harus diambil oleh para produsen batubara guna meningkatkan kinerja ekspor kembali, dengan tidak hanya bergantung kepada pasar ekspor ke China dan India," ungkap Sudirman kepada Kontan, Selasa (2/9/2025).
Perhapi menyarankan, penjajakan mulai dilakukan utamanya pada negara-negara Asia lain, yang masih dan membutuhkan batubara.
Baca Juga: Nilai Ekspor Batubara Selama Januari-Juli 2025 Turun 21,74%, Capai US$ 13,82 Miliar
"Penjajakan untuk mengembangkan pasar ekspor baru bisa ke negara-negara lain seperti misalnya Vietnam, Kamboja, Bangladesh, Pakistan, ini harus dilakukan juga," jelasnya.
Sudirman juga menjelaskan, bahwa harus diakui jika penurunan kinerja ekspor batubara di periode Januari sampai Juli 2025 dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor eksternal maupun faktor internal.
Faktor eksternal yang mempengaruhi turunnya ekspor batubara adalah rendahnya volume impor batubara dari negara China dari Indonesia dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Seperti diketahui negara China merupakan negara tujuan utama ekspor batubara Indonesia, selain India. China merupakan negara terbesar di dunia dalam hal konsumsi dan penyerapan batubara untuk kepentingan pembangkit listriknya.
Tercatat pada tahun 2024, China mengimpor batu bara dari luar negaranya sebanyak kurang lebih 414 juta ton, sementara pada 2023 sebanyak 367 juta ton.
Sementara itu, produksi batu bara nasional China mencapai 3,88 miliar ton pada 2024 atau produksi rata-rata per bulan sekitar 323 juta ton.
"Saat ini, China berhasil meningkatkan produksi batubara dalam negerinya menjadi kisaran 400 juta ton per bulan," jelas dia.
Baca Juga: Harga Indeks Batubara Internasional Rebound, Pengusaha Harap Volume Ekspor Naik
Di sisi lain, kebutuhan energi listrik China turun seiring dengan menurunnya kinerja industri, yang ditengarai salah satunya sebagai dampak dari perang tarif yang terjadi antara China dan USA di kurun semester pertama tahun 2025.
"Dengan menurunnya kebutuhan energi, maka kebutuhan akan batubara juga ikut menurun, ditambah lagi produksi batubara dalam negeri yang meningkat maka impor batubara China dari luar negeri juga ikut menurun bukan hanya dari Indonesia saja," tambahnya.
Dengan situasi dan kondisi pasar batubara di China seperti di atas, Perhapi melihat kondisi ekspor batubara Indonesia juga semakin terpukul dengan adanya faktor internal terkait kebijakan pemerintah saat itu yang mewajibkan produsen batubara Indonesia harus menjual (ekspor) batubara dengan harga Harga Batubara Acuan (HBA) yang ditetapkan oleh pemerintah.
"Menurut para produsen batubara, HBA ini cukup tinggi dibandingkan harga pasar; sehingga untuk beberapa spesifikasi batubara tertentu, China lebih memilih mengalihkan impor batubaranya dari negara-negara selain Indonesia seperti Australia dan Rusia yang menawarkan batubaranya dengan harga yang lebih kompetitif," tutupnya.
Selanjutnya: Industri Mebel dan Kerajinan Penuh Tantangan Meski PMI Manufaktur Kembali Ekspansi
Menarik Dibaca: 4 Efek Samping Skincare Overclaim untuk Kulit, Iritasi hingga Kerusakan Ginjal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News