kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekspor CPO Malaysia diboikot India, begini nasib industri sawit dalam negeri


Selasa, 14 Januari 2020 / 21:40 WIB
Ekspor CPO Malaysia diboikot India, begini nasib industri sawit dalam negeri
ILUSTRASI. India boikot ekspor CPO asal Malaysia. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/pras.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. India dikabarkan berhenti menerima ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit dari Malaysia. Dilansir dari laman Reuters (14/1), para importir minyak sawit di India sudah sepakat untuk secara efektif menghentikan semua pembelian sawit dari pemasok mereka di Malaysia.

Meski tidak diungkapkan secara resmi, pemerintah India telah menganjurkan para importir CPO untuk memboikot produk sawit asal Negeri Jiran itu. Seruan boikot para pengusaha India itu sebenarnya dikeluarkan beberapa minggu lalu, bersamaan dengan langkah yang diambil pemerintah India untuk membatasi impor CPO dan produk turunan sawit asal Malaysia.

Baca Juga: India boikot CPO Malaysia, begini rekomendasi saham-saham emiten CPO

Larangan masuk minyak sawit Malaysia di India tentunya akan menyebabkan harga CPO global mengalami flukluasi. Setali tiga uang, gejolak tersebut berdampak terhadap Indonesia sebagai salah satu produsen CPO terbesar dunia. Namun demikian pemerintah meyakini harga CPO akan baik-baik saja. 

“Ini masih ancaman. Harga CPO cenderung naik, justru bagus untuk petani sawit, artinya velue ekspor masih positif. Menurut saya CPO masih terkendalilah,” kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Berekonomian (Kemenko Perekonomian) Iskandar Simorangkir kepada Kontan.co.id, Selasa (14/1).

Sejalan Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan adanya pelarangan ekspor CPO dari Malaysia kepada Indonesia justru akan menguntungkan industri dalam negeri. Akan ada peralihan supply impor India dari Malaysia jadi Indonesia. Dari sisi harga CPO dinilai masih akan kompetitif.

“Mau tidak mau India akan ke Indonesia. India importir CPO terbesar selain China. Dalam jangka pendek ada kebutuhan yang tetap harus dipenuhi,” kata Lana kepada Kontan.co.id, Selasa (14/1).

Baca Juga: India boikot CPO Malaysia, analis sarankan investor wait and see

Iskandar menambahkan keyakinan pemerintah didukung oleh implementasi pasokan minyak sawit dalam mandatori biodiesel 30% (B30). Cara ini diyakini dapat menekan defisit neraca dagang, meningkatkan kinerja ekspor, dan memperkuat permintaan dalam negeri.

Iskandar mengatakan pemerintah optimistis program B30 dapat memberikan multiplayer effect kepada defisit Migas dan menigkatkan ekspor CPO. Sebab tahun lalu, program B20 terbilang sukses.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sepanjang Januari-November 2019 defisit Migas sebesar US$ 8,31 miliar. Angka ini menunjukkan perbaikan 67,1% dibanding defisit Migas di periode sama tahun 2018 yakni US$ 12,38 miliar. Dari sisi ekspor nonmigas di periode yang sama turun US$ 900 juta dari US$ 15 miliar menjadi US$ 14,1 miliar. 

Kata Iskandar, implementasi B20 nyatanya memberikan keseimbangan antara menekan defisit migas dan menggenjot ekspor. Meski nilai ekspor CPO tahun lalu belum sepenuhnya membaik, Iskandar percaya  tren kenaikan harga minyak sawit dapat menstabilkan neraca perdagangan.

Baca Juga: Asosiasi industri desak Pemerintah India benar-benar batasi impor CPO

“Yang dilihat net ekspornya. Dengan pengalihan ke B30 di tahun ini maka harga ekspor CPO meningkat dan impor migas khususnya solar menurun. Sehingga keseluruhan neraca perdagangan kita akan membaik,” kata Iskandar.

Memang sepanjang tahun lalu harga CPO mengalami kenaikan drastis. Berdasarkan Malaysia Derivatives Exchange harga CPO menguat 35,97% ditutup di level RM 3.052 per ton pada akhir Desember 2019. Bahkan pada penutupan perdagangan Senin (13/1) harga minyak sawit melejit lagi hinga RM 3.117 per ton atau menguat 2,12% year to date (ytd).  
Kepala Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan prospek CPO akan moncer di tahun ini akibiat B30, ini memperkuat demand dalam negeri setelah supply terganggu akibat kebijakan Uni Eropa yang mengurangi impor komoditas andalan Indonesia tersebut. 

Setali tiga uang, Indonesia dan Malaysia sebagai produsen terbesar CPO memiliki posisi sangat menentukan supply sekaligus harga. Kebijakan B30 di Indonesia dan B20 di Malaysia dinilai akan mengurangi secara drastis supply CPO di pasar global. Dampaknya harga akan naik.

Baca Juga: Soal CPO, Mahathir: Saya tetap menentang hal yang salah, kendati merugikan negara

“Itu yang sekarang terjadi dan sangat disyukuri oleh para petani sawit. Nilai ekspor CPO akan beranjak naik walaupun volume ekspor bisa jadi sedikit menurun,” kata Piter kepada Kontan.co.id, Senin (13/1). 

Menurut Piter, secara umum kebijakan B30 memiliki tiga dampak positif. Pertama nilai ekspor naik karena harga CPO yang naik. Kedua, impor solar turun karena adanya substitusi biosolar. Ketiga, defisit migas berkurang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×