Reporter: Raymond Reynaldi | Editor: Test Test
JAKARTA. Setelah sedikit melorot akibat krisis global tahun lalu, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) memandang kerjasama dengan Uni Eropa menjadi sangat penting untuk mendongkrak nilai ekspor makanan dan minuman (mamin) ke benua Eropa.
Ketua Umum Gapmmi Thomas Darmawan mengatakan, produsen mamin olahan yang ingin penetrasi ke pasar Eropa mesti mampu meningkatkan kualitas produknya sesuai standar yang berlaku disana. “Kalau tidak yah mereka tidak bisa masuk ke pasar Eropa,” terang Thomas, usai seminar Food Safety Uni Eropa, Selasa (2/3).
Ketentuan yang seringkali menjadi hambatan bagi produk mamin olahan dalam negeri masuk Eropa adalah ketentuan EU Feed & Food Safety Legislation. Ketentuan ini mewajibkan, produsen semua produk mamin olahan yang menggunakan bahan baku hewani melengkapi label khusus di tiap kemasannya.
“Misalkan biskuit kan ada telurnya. Di label biskuitnya harus ada label yang menyatakan cara memelihara ayam di peternakan telah mengikuti standar eropa. Memang tujuannya baik, tapi ini jadi masalah buat kita,” ujarnya.
Contoh berikutnya adalah persepsi mengenai pewarna yang digunakan pada produk mie instan. Di beberapa negara anggota UE, kata Thomas, menolak mie dari Indonesia yang memiliki warna. “Karena mereka menyamakan ketentuan pewarna mie dengan pasta. Padahal mie berwarna asalkan mengikuti standar kesehatan UE tetap bisa masuk. Kalau pasta memang tidak boleh berwarna,” terangnya.
Contoh lain, ungkap Thomas, pemeriksaan kandungan pestisida pada buah-buahan asal Indonesia. Menurutnya, produk buah dalam negeri memiliki karakter berbeda dari buah-buahan lain, yakni berkulit keras. “Mestinya cara pemeriksaannya dibedakan dengan buah yang bisa dimakan langsung, misalkan apel. Buah kita pasti mengandung pestisida, karena saat musim tanam kalau tidak disemprot pasti dimakan serangga,” ujarnya.
Gapmmi pun telah menyampaikan permasalahan tersebut kepada pemerintah supaya bisa didiskusikan dengan pihak Uni Eropa. “Saya sudah kasih masukan ke Badan Standarisasi Nasional (BSN). Nanti juga akan bertemu dengan pihak Kementrian Perdagangan,” jelasnya.
Berdasarkan catatan Gapmmi, Uni Eropa merupakan pasar ekspor mamin terbesar ketiga dibawah Amerika Serikat dan Jepang. Nilai ekspor mamin Indonesia ke Eropa tahun lalu tercatat dikisaran US$ 400 juta. “Tahun ini saya proyeksikan nilai ekspornya bisa tumbuh sekitar 10%-15%,” tutur Thomas.
Thomas menilai, Uni Eropa pasti akan membantu Indonesia mencari solusi hambatan perdagangan tersebut. Sebab, anggota Uni Eropa memiliki keterbatasan produk maupun bahan baku untuk diolah jadi mamin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News