Reporter: Mona Tobing | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Selama lima tahun terakhir, buah-buahan Indonesia sulit menembus pasar Jepang dan Tiongkok. Kedua negara ini menolak buah Indonesia dengan alasan tak higienis dan terkena hama lalat buah.
Seperti diketahui, lalat buah adalah hama yang menyerang buah dan sayur-sayuran. Buah-buahan yang terkena penyakit lalat buah menjadi busuk. Buah juga mengalami perubahan bentuk yakni menjadi hitam dan mengeras.
Lima tahun berlalu, Kementerian Pertanian (Kementan) berusaha kembali bisa menembus pasar ekspor buah pada dua negara tersebut, dengan harapan mendongkrak ekspor buah Tanah Air.
Hasanuddin Ibrahim, Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian menyebut, ada tiga cara agar ekspor buah menembus Jepang dan China.
Caranya, manajemen pengendalian hama terpadu. Pertama, memasukkan buah yang terserang penyakit dalam kasa. Kedua, melakukan hot water treatment saat buah dipanen. Terakhir, pemberlakukan uap panas atau vapor heat treatment.
"Memang ujung-ujungnya terkena beban biaya yang harus ditanggung petani," imbuh Hasanuddin pada Kamis (21/8). Dia mengaku, penolakan kedua negara atas salah satu jenis buah yaitu mangga, berdampak pada ekspor buah Tanah Air. Pasalnya, mangga adalah buah ketiga terbesar ekspor setelah nanas dan manggis.
Hasanuddin menyebut, nilai ekspor nanas bisa mencapai US$ 250 juta lalu manggis US$ 20 juta. Nilai ekspor mangga US$ 3 juta dan pisang US$ 2 juta.
Pada tahun 2013 angka sementara Badan Pusat Statistik produksi buah berorientasi ekspor mangga mencapai 2,05 juta ton pertahun. Lalu, pisang mencapai 5,3 juta ton, salak mencapai 991.762 ton dan jeruk mencapai 1,4 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News