kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Komisi VII bakal kaji untung rugi pembangunan smelter tembaga baru


Jumat, 27 November 2020 / 11:55 WIB
Komisi VII bakal kaji untung rugi pembangunan smelter tembaga baru
ILUSTRASI. pengolahan tembaga


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi VII bakal mengkaji untung rugi pembangunan smelter tembaga baru di Indonesia. Keputusan tersebut diambil setelah mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan Asosiasi Pertambangan Indonesia alias Indonesian Mining Association (IMA), Senin (23/11) malam.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menyampaikan, bersama IMA, pihaknya telah mengadakan diskusi terkait hilirisasi mineral dan batubara (minerba) di Indonesia. Mulai dari komoditas nikel, tembaga hingga batubara.

"Dalam hal ini kami lihat betapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari proses awal sampai dengan produk pasca pengolahan di dalam smelter," ungkap Eddy kepada Kontan.co.id, Jum'at (27/11).

Namun khusus untuk komoditas tembaga, bisa lain ceritanya. Berdasarkan masukan yang diterimanya, Eddy menjelaskan peningkatan nilai tambah terbesar pada tembaga terjadi saat pengolahan bijih menjadi konsentrat tembaga dengan nilai tambah hingga 95%.

Baca Juga: Adakan pertemuan, Komisi VII dan IMA bahas soal keekonomian smelter tembaga

"Untuk meningkatkan itu ke dalam smelter menjadi katoda tembaga, nilai tambahnya sangat kecil," sebut Eddy.

Padahal, investasi untuk membangun smelter tembaga baru terhitung besar hingga miliaran dolar Amerika Serikat. Alhasil, Eddy menegaskan bahwa Komisi VII DPR RI akan melakukan pendalaman untuk mengetahui tingkat keekonomian dan kelayakan proyek smelter tembaga.

"Kami mendengar bahwa itu ada kerugian yang sangat besar (membangun smelter tembaga baru) yang akan diderita. Nilai tambahnya juga sangat kecil," imbuhnya.

Bahkan, Eddy menyampaikan, jika smelter tembaga baru tetap dibangun, bukan tidak mungkin Indonesia hanya akan memberikan semacam subsidi terhadap industri di negara lain yang mengkonsumsi produk katoda tembaga. Sebab, belum ada industri turunan di dalam negeri yang mampu untuk menyerap produk katoda tembaga yang dihasilkan smelter.

"Oleh karena itu kami berkesimpulan di Komisi VII bahwa kita akan melakukan pendalaman lebih lanjut lagi terkait hilirisasi pertambangan, khususnya untuk tembaga," tegas Eddy.

Isu yang menjadi polemik selama ini adalah pembangunan smelter tembaga baru PT Freeport Indonesia (PTFI). Rencananya, Freeport bakal membangun smelter tembaga di JIIPE, Gresik, Jawa Timur dengan kapasitas 2 juta ton konsentrat tembaga.

Berdasar informasi yang diterima Eddy, pembangunan smelter tembaga baru dengan kapasitas sebesar itu bisa membuat kerugian sebesar US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,5 triliun per tahun. 

Berhubung 51% PTFI sudah dimiliki entitas Indonesia melalui PT Inalum (MIND ID) dan Pemda Papua, Eddy menyampaikan bahwa pihaknya perlu mencari solusi agar holding pertambangan BUMN tersebut tidak ikut menanggung kerugian.

"Ini yang kami cegah (kerugian BUMN). Karena kalau pun ada kerugian, 51% kerugian itu adalah kerugian dari Inalum, itu yang perlu kita perhatikan," ujar Eddy.

Baca Juga: Ada opsi pangkas kapasitas 1,7 juta ton, Freeport evaluasi nilai investasi smelter

Kendati begitu, Eddy menegaskan bahwa bukan berarti kesimpulan akhirnya adalah PTFI tidak perlu membangun smelter baru. Menurutnya, Komisi VII akan terlebih dulu menampung masukan dan melakukan kajian komprehensif bersama Kementerian ESDM guna mencari solusi untuk direalisasikan.

"Terlalu dini untuk menyimpulkan apa pun saat ini. Namun yang penting, kami sudah melihat sejumlah pokok permasalahan untuk dikaji lebih lanjut. Kami cari win win solution. Sehingga ada optimalisasi penerimaan negara, ada produk yang bernilai tambah namun mencegah BUMN menderita kerugian," pungkas Eddy.

Asal tahu saja, persoalan smelter tembaga ini sempat menghangat di Rapat Kerja Komisi VII DPR RI bersama Menteri ESDM pada Senin (23/11). Namun diakhir rapat, disimpulkan bahwa Komisi VII mendesak Menteri ESDM untuk terus bertindak tegas terhadap pembangunan smelter yang terlambat.

Selain itu, Komisi VII juga mendesak Menteri ESDM agar menyampaikan kajian nilai-nilai ekonomi dan kemanfaatan pembangunan smelter di Indonesia untuk dibahas pada Rapat Kerja Komisi VII pada Masa Sidang berikutnya.

Selanjutnya: Usai terhambar pandemi corona, Menteri ESDM targetkan 53 smelter mineral di 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×