kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.932.000   3.000   0,16%
  • USD/IDR 16.324   50,00   0,31%
  • IDX 7.906   -21,15   -0,27%
  • KOMPAS100 1.110   -3,68   -0,33%
  • LQ45 818   -11,31   -1,36%
  • ISSI 266   0,54   0,20%
  • IDX30 424   -4,89   -1,14%
  • IDXHIDIV20 492   -5,66   -1,14%
  • IDX80 123   -1,56   -1,25%
  • IDXV30 132   -0,72   -0,54%
  • IDXQ30 137   -1,77   -1,27%

Mau Kembangkan Logam Tanah Jarang, Indonesia Terhalang Anggaran Riset


Selasa, 26 Agustus 2025 / 19:20 WIB
Mau Kembangkan Logam Tanah Jarang, Indonesia Terhalang Anggaran Riset
ILUSTRASI. FILE PHOTO: A front-end loader is used to move material inside the open pit at Molycorp's Mountain Pass Rare Earth facility in Mountain Pass, California June 29, 2015. REUTERS/David Becker/File Photo. Target Indonesia untuk dapat mengembangkan potensi Logam Tanah Jarang (LTJ) masih terkendala anggaran riset yang cukup kecil.?


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target Indonesia untuk dapat mengembangkan potensi Logam Tanah Jarang (LTJ) yang terlihat melalui pembentukan Badan Industri Mineral, menurut Dewan Energi Nasional (DEN) masih terkendala anggaran riset yang cukup kecil.

Anggota pemangku kepentingan Agus Puji Prasetyono menyebut, perkembangan riset logam tanah jarang telah berjalan cukup baik, artinya kemampuan penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dibidang ini sudah cukup memadai.

"Hanya saja anggaran riset di Indonesia masih cukup kecil bila dibanding negara tetangga. Saat ini anggaran (riset) masih dibawah 1% dari APBN," ungkap Agus kepada Kontan, Senin (25/08).

Baca Juga: Perhapi Ungkap Perlu Alokasi Dana Khusus untuk Kegiatan Eksplorasi Logam Tanah Jarang

Ia menambahkan, saat ini pemerintah belum memiliki data rincian terkait potensi cadangan LTJ di Indonesia, sehingga kedepan, jika memang ingin mengembangkan LTJ, potensi-cadangan diperlukan agar Indonesia memiliki roadmap yang jelas.

"Mengenai pendataan potensi cadangan rare earth, memang perlu dilakukan, agar kedepan kita bisa merencakan dan membuat roadmap secara lebih terstruktur," tambahnya.

Lebih lanjut, Agus bilang dana khusus diperlukan disisi industri LTJ, karena proses peningkatan nilai tambah mineral jenis ini memerlukan peralatan yang cukup canggih dan berteknologi tinggi.

"Namun tentu perhitungan keekonomian dan penguasaan teknologi harus dikalkulasi secara hati-hati," tambahnya.

Adapun terkait pendanaan riset, mengutip hasil kajian Research & Development World (R & D World), besaran anggaran riset yang berasal dari APBN dan non-APBN bersifat fluktuatif dari tahun ke tahun.

Anggaran riset 2021 sebesar US$ 2 miliar, naik menjadi US$ 8,2 miliar (2022), kemudian naik lagi menjadi US$ 12,10 miliar (2023), lalu kembali turun menjadi US$ 4,5 miliar (2024).

Rasio anggaran riset juga masih sangat rendah, yaitu antara 0,2 persen-0,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam 10 tahun terakhir.

Jika dibandingkan, berdasarkan World Bank, angka riset Indonesia masih kalah jauh dibandingkan China (2,08 persen), Singapura (1,98 persen) ataupun Malaysia (1,15 persen). 

Baca Juga: Dapat Perhatian dari Prabowo, Timah (TINS) Kebut Pengembangan Logam Tanah Jarang

Selanjutnya: APBN 2026 Dikhawatirkan Sulit Dorong Pertumbuhan Ekonomi karena Beban Utang

Menarik Dibaca: Penting Diketahui! Inilah Gejala Gagal Ginjal dan Penyebabnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

[X]
×