Sumber: KONTAN | Editor: Test Test
JAKARTA. Pesimisme pelaku industri semen di awal tahun bahwa akan terjadi penurunan permintaan yang cukup signifikan di 2009 ini tidak terbukti. Asosiasi Semen Indonesia (ASI) memperkirakan, penyerapan semen di pasar domestik tahun ini bisa mencapai 38 juta ton, sama dengan konsumsi semen tahun 2008.
"Untuk semester pertama, penjualan semen terkendala kekhawatiran akan krisis global dan tingginya suku bunga. Tapi pada semester kedua industri mulai membaik karena ternyata krisis global tidak sampai ke Indonesia," kata Ketua Asosiasi Semen Indonesia Urip Timuryono, Senin (21/12).
Menurut data ASI, konsumsi semen domestik semester I 2009 turun 7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun untuk periode Januari sampai November 2009, penjualan semen sudah mencapai 34,6 juta ton, atau hanya 1,1% lebih rendah dari Januari - November 2008. Produksi semen nasional tahun ini 41 juta ton, lebih rendah dari 44 juta ton tahun 2008.
"Semester I, penjualan Semen Gresik turun 3,4%, tapi angka itu masih lebih kecil dibandingkan penurunan industri semen global; dan per November 2009 sudah tumbuh 2,4%," kata Agung Wiharto, Investor Relations PT Semen Gresik Tbk (SMGR).
Per November 2009, SMGR yang merupakan induk Semen Padang, Tonasa, Gresik, dan Semen Kupang, memproduksi 15,6 juta ton, naik dari 15,2 juta ton pada periode yang sama tahun lalu.
Adapun PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) per November 2009 berhasil menjual 544.000 ton semen, naik dari penjualan per November 2008 sebesar 440.000 ton. "Penguatan branding Holcim mendukung pertumbuhan penjualan semen Holcim," kata Budi Primawan, Manajer Komunikasi Perusahaan Holcim.
Terkendala Listrik
Toh, penyerapan semen Indonesia masih terbilang mini bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Di Indonesia, konsumsi semen hanya 160 kg per kapita per tahun. Bandingkan dengan konsumsi semen di Vietnam yang mencapai 400 kg per kapita per tahun, Malaysia sebesar 600 kg per kapita per tahun, dan Singapura yang sebesar 1.000 kg per kapita per tahun.
Urip menyebut, industri semen masih terkendala seretnya pasokan listrik. Dengan sokongan setrum yang biar-pet, produsen harus memilah mesin mana yang harus beroperasi, dan mana yang tidak. Porsi ongkos listrik terhadap total biaya produksi industri semen rata-rata mencapai 30%.
"Makanya, perusahaan semen yang anyar memilih untuk menggenapi pabrik dengan pasokan listriknya sendiri," kata Urip, sembari menunjuk pabrik anyar Semen Gresik dengan pembangkit listrik berkapasitas dua kali 35 megawatt di Sulawesi senilai US$114 juta.
"Kendala lain adalah sarana transportasi untuk mengangkut semen," kata Agung. Harga semen bisa berlipat karena harus diangkut dengan burung besi yang tak murah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News