kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pembeli Jepang tak lanjutkan kontrak, bagaimana nasib industri LNG tanah air?


Jumat, 25 September 2020 / 18:21 WIB
Pembeli Jepang tak lanjutkan kontrak, bagaimana nasib industri LNG tanah air?
ILUSTRASI. Suasana kilang pencairan gas alam Badak LNG di Bontang. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/Rei/15.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri liquefied natural gas (LNG) dibayangi persoalan pasca tidak berlanjutnya kontrak  ekspor LNG dari Kilang LNG Bontang yang dioperasikan Badak LNG ke konsorsium pembeli asal Jepang, Western Buyer (WBX) sebanyak 2 juta ton per tahun (MTPA).

Praktisi Hulu Migas Tumbur Parlindungan menilai pasar ekspor LNG harus tetap dijaga pasalnya pasar domestik kebutuhannya telah terpenuhi. "Pemenuhan Pasar domestik sudah dilakukan dari LNG Tangguh setahu saya.. kecuali ada kebutuhan Baru yg tidak bisa dipenuhi Tangguh LNG," jelas Tumbur kepada Kontan.co.id, Jumat (25/9).

Tumbur melanjutkan, kondisi infrastruktur pasar domestik saat ini tergolong terbatas, disisi lain sulit bagi industri dalam negeri bersaing dengan pasar ekspor. Ia melanjutkan, saat ini Indonesia masih memproduksi LNG melebih kemampuan daya serap. Kendati demikian, menurutnya LNG pasti akan terserap baik oleh pasar domestik maupun ekspor. 

Sayangnya, harga jual dinilai akan menjadi kendala. "Kalau harga rendah mungkin tidak ekonomis. Kalau tidak ekonomis mungkin produksi delay," ujar Tumbur.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan sudah mendapatkan kontrak baru dengan sejumlah pembeli liquefied natural gas (LNG) untuk produksi Badak LNG pengganti WBX.

Plt Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih menjelaskan kontrak WBX memang akan berakhir di Desember 2020. "WBX kebetulan kontraknya habis dan mereka sudah over supply dengan LNG yang sudah berkontrak sebelumnya," ujar dia kepada Kontan.co.id, Senin (14/9).

Susana menambahkan, kendati kontrak dengan WBX akan berakhir pihaknya telah memperoleh kontrak baru dengan para pembeli lainnya. "SKK Migas saat ini telah memiliki kontrak dengan pembeli lain, yaitu Kyushu dan kesepakatan dengan Shell," ungkap Susana. 

Baca Juga: Kesepakatan harga gas proyek Blok Sakakemang masih belum menemui titik temu

Adapun, kontrak dengan Kyushu berlaku untuk tahun 2021-2022 masing-masing sebanyak 2 kargo. Sementara kesepakatan dengan Shell untuk periode 2021-2025 dengan total 25 kargo. Nantinya, Shell selaku trader akan memasarkan LNG ke sejumlah area sesuai area kontrak yakni Asia Timur dan Asia Tenggara.

Sekedar informasi, andemi Covid-19 ikut berdampak terhadap realisasi lifting dan serapan gas, termasuk untuk gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG). Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief S. Handoko mengungkapkan, realisasi lifting LNG hingga Juni sebesar 104,8 kargo. Merosot dibandingkan Semester I tahu lalu yang mencapai 119,8 kargo LNG.

"Memang berat ada covid dan harga minyak yang turun signifikan. Kalau dibandingkan Semester I (2019) total hampir 120 kargo, realisasi (Semester I) tahun ini 104,8 kargo, jadi ada perbedaan 15 kargo," ungkap Arief kali lalu.

Arief menjelaskan, realisasi lifting 104,8 kargo LNG ini berasal dari Kilang Bontang sebanyak 45,2 kargo dan Tangguh sebesar 59,6 kargo. Penurunan pun juga terjadi di sisi serapan LNG. 

Penyaluran dari kilang Bontang ke domestik tercatat sebanyak 13,2 kargo, sedangkan dari kilang Tangguh sebanyak 12,6 kargo. Secara total penyaluran ke domestik sebanyak 25,8 kargo, lebih mini dari Semester I tahun lalu yang sebanyak 29 kargo.

Arif menyebut, ada sejumlah kargo LNG yang tidak jadi diserap lantaran adanya perubahan komitmen dari beberapa sales purchase agreement LNG. Salah satu konsumen utama LNG dalam negeri adalah PT PLN (Persero).

Pasalnya, sejak merebak covid-19 dan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), konsumsi energi anjlok termasuk untuk penjualan listrik. Akibatnya, serapan gas untuk wilayah Jawa dan Sumatera pun mengalami penurunan.

"Sebut saja PLN, mereka perubahan kargo 14 dari sekitar 34 kargo di tahun 2020. Memang penyebabnya penurunan serapan gas di Sumatera Bagian Utara dan Jawa Bagian Barat karena covid," sambung Arif.

Selanjutnya: SKK Migas dan KKKS sepakat jaga tingkatan produksi tahun depan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×