kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.409.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.435   -30,00   -0,19%
  • IDX 7.798   37,20   0,48%
  • KOMPAS100 1.185   9,64   0,82%
  • LQ45 958   6,85   0,72%
  • ISSI 226   2,67   1,19%
  • IDX30 488   3,53   0,73%
  • IDXHIDIV20 589   4,06   0,69%
  • IDX80 134   1,16   0,87%
  • IDXV30 140   2,67   1,94%
  • IDXQ30 163   1,24   0,77%

Pemerintah Terbitkan Aturan Baru Bagi Hasil Gross Split untuk Kontraktor Migas


Rabu, 21 Agustus 2024 / 20:40 WIB
Pemerintah Terbitkan Aturan Baru Bagi Hasil Gross Split untuk Kontraktor Migas
ILUSTRASI. Pemerintah menerbitkan aturan baru skema kontrak bagi hasil gross split untuk usaha hulu minyak dan gas (migas)


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan aturan baru skema kontrak bagi hasil gross split untuk usaha hulu minyak dan gas (migas) yang termuat dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang diundangkan dan berlaku pada 12 Agustus 2024.

Aturan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing investasi di sektor hulu migas. Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) dinyatakan dalam hal perhitungan komersialisasi lapangan atau lapangan-lapangan tidak mencapai nilai keekonomian proyek, Menteri dapat memberikan tambahan persentase bagi hasil kepada Kontraktor.

Pasal 11 ayat (2) hal perhitungan komersialisasi lapangan atau lapangan-lapangan melebihi kewajaran nilai keekonomian proyek, Menteri dapat memberikan tambahan persentase bagi hasil untuk negara.

Baca Juga: Bahlil Diharapkan Prioritaskan Kepentingan Nasional di Sektor Tenaga Listrik

Adapun, pada Pasal 11 ayat (3) tambahan persentase dapat diberikan pada saat persetujuan rencana pengembangan lapangan pertama (PoD I) dan/atau perubahan persetujuan PoD I, persetujuan dan/atau perubahan persetujuan PoD II, serta penetapan perpanjangan kontrak kerja sama atau pengelolaan wilayah kerja (WK) untuk kontrak kerja sama yang akan berakhir.

Selanjutnya, pada Pasal 11 ayat (4) berbunyi tambahan persentase bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh menteri dengan mempertimbangkan rekomendasi kepala SKK Migas yang disertai dengan hasil evaluasi kinerja, aspek teknis, dan aspek keekonomian.

Dalam Pasal 11 ayat (5) juga disebutkan bahwa pengembangan lapangan yang meliputi kegiatan enhanceed oil/gas recovery; atau penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon, dapat menjadi pertimbangan dalam permohonan tambahan persentase bagi hasil pada rencana pengembangan lapangan.

Permen ESDM Nomor 13/2024 ini juga menyederhanakan komponen variabel dan progresif untuk perhitungan besaran bagi hasil. Komponen variabel disederhanakan dari 10 komponen menjadi hanya 3 komponen, yakni jumlah cadangan, lokasi lapangan, dan ketersediaan infrastruktur.

Jumlah komponen progresif juga disimplifikasi dari 3 komponen menjadi hanya 2 komponen, yaitu harga minyak bumi dan harga gas bumi. Adapun, perhitungan bagi hasil untuk pengembangan migas konvensional menggunakan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif.

Adapun, untuk pengembangan migas nonkonvensional menggunakan base split yang disesuaikan berdasarkan komponen variabel tetap migas nonkonvensional.

Kontan mencatat, Kementerian ESDM mengungkapkan aturan baru gross split akan memberi ruang untuk penawaran porsi bagi hasil yang lebih besar bagi KKKS. Ketentuan ini terutama untuk wilayah-wilayah kerja yang produksinya sangat marginal.

Kementerian ESDM menyebut, tambahan split bagi kontraktor bisa mencapai 95%, termasuk untuk pengembangan migas nonkonvensional (MNK).  Dalam Permen lama, persentase bagi hasil dasar (base split) untuk kontrak bagi hasil minyak bumi adalah 57% bagian pemerintah dan 43% bagian KKKS, sedangkan gas bumi 52% pemerintah dan 48% KKKS.

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Ariana Soemanto mengatakan, nilai bagi hasil dasar atau base split dalam Permen 13/2024 merupakan nilai bagi hasil yang belum ditambah dengan nilai komponen variabel dan komponen progresif.

Sedangkan, kata Ariana, pada bab 11 adalah tambahan persentase bagi hasil diluar ketiga komponen tersebut yang dapat diberikan menteri apabila komersialisasi lapangan tidak mencapai nilai keekonomian.

"Untuk kriteria keekonomian lapangan yang dapat diberikan insentif tambahan bagi hasil telah diatur dalam Kepmen ESDM 199/2021 tentang Pedoman Pemberian Insentif Hulu Migas yang didasarkan pada besaran profitability index (PI) dan investment return rate (IRR)," ungkap Ariana kepada Kontan, Rabu (21/8).

Ariana menuturkan, dalam prosesnya Ditjen Migas dan SKK Migas akan melakukan evaluasi besaran tambahan bagi hasil yang sesuai untuk pertimbangan Menteri ESDM dalam memberikan insentif. Namun dengan nilai bagi hasil yang lebih kompetitif pada kontrak new gross split, harapannya tidak diperlukan lagi insentif karena keekonomian telah dipenuhi.

Praktisi minyak dan gas bumi (migas) Hadi Ismoyo mengatakan, perlu diingat bahwa dalam 10 tahun terakhir ini produksi minyak Indonesia turun terus, oleh karena itu Pemerintah harus membuat term PSC semenarik mungkin.

"Simplified ini perlu di sambut dengan baik, semoga semakin banyak investor yang masuk," kata Hadi kepada Kontan, Rabu (21/8).

Menurut Hadi, terkait migas non konvesional (MNK), split sampai 95% itu adalah hal yang wajar-wajar saja, karena MNK itu barang baru untuk program eksplorasi di Indonesia.

Hudi bilang dengan term yang menarik seperti memberi 95% kepada kontraktor, adalah dalam upaya menarik investor masuk eksplorasi. Tanpa eksplorasi, Indonesia tidak akan ada produksi minyak. 

Pengamat Migas sekaligus mantan President  Indonesian Petroleum Association (IPA) Tumbur Parlindungan mengungkapkan, dengan new gross split improvement, ini merupakan indikasi yang baik untuk meningkatkan investasi dengan menggunakan fiscal regime Gross Split.

"Namun setiap investor mempunyai preference and risk appetite yang berbeda beda. Investors akan mengevaluasi kembali prospect investasi mereka dan mudah-mudahan perubahan fiskal tersebut dapat membantu meningkatkan attractiveness dari block-block yang akan mereka kembangkan," ungkapnya kepada Kontan, Rabu (21/8).

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, terbitnya Permen ini sebagai upaya pemerintah memaksimalalkan agar gross split bisa jalan. Tetapi seperti yang disampaikan sebelum-sebelumnya, kalau ujungnya kan sebetulnya supaya ada pengusahaan, ini artinya bukan sistem itu sendiri.

"Saya kira akan lebih baik kalau kemudian diberikan fleksibilitas bagi KKKS kalau memang mereka mau gross split, silahkan. Tapi kalau mau kembali ke cost rate, silahkan. Ujungnya kan sebetulnya hasil produksi minyak dan gas itu sendiri, bukan mengenai sistem mana yang harus dipaksakan. Kalau saya melihatnya demikian," ungkapnya kepada Kontan.

Baca Juga: Indonesia - Jepang Kerja Sama Program Dekarbonisasi Energi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024) Mudah Menagih Hutang

[X]
×