Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah mewajibkan tiap perusahaan batubara menyisakan 32% dari total produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) tahun ini. Jumlah ini meningkat dari tahun lalu yang hanya sebesar 28,8%.
Direktur Jenderal Mineral Batubara dan Panas Bumi Bambang Setiawan bilang, total produksi batubara saat ini sebesar 230 juta ton. Menilik kewajiban DMO, pemerintah memperkirakan konsumsi batubara dalam negeri bakal mencapai 68 juta ton, sementara untuk pasar ekspor sebesar 162 juta ton.
Kenaikan DMO ini lantaran permintaan luar negeri yang cenderung turun karena krisis. "Selain itu, ada kebutuhan dalam negeri yang bisa kita manfaatkan, seperti kebutuhan untuk beberapa pembangkit listrik," ujar Bambang, Rabu (18/3).
Selain untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), pasokan batubara untuk pasar dalam negeri mengalir ke industri seperti semen, kertas, briket, pencairan batubara, dan gasifikasi. "DMO akan direvisi setiap tahun dengan mempertimbangkan kebutuhan dalam negeri," imbuh Bambang.
Mengantisipasi ketimpangan harga batubara ekspor dan dalam negeri, pemerintah akan menetapkan harga patokan batubara (HPB) yang perhitungannya mengacu pada publikasi harga batubara yang diakui internasional, yakni International Coal Index (ICI), Barlow Jonker, Platts, dan Global.
Ketua Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Jeffrey Mulyono bilang, pada dasarnya pengusaha sepakat untuk memenuhi kewajiban memasok batubara 32% dari produksi seperti ditetapkan pemerintah. "Yang penting, datanya harus akurat. Jangan hanya di atas kertas. Nanti bisa over supply," katanya.
Jeffrey bilang, kebutuhan batubara di dalam negeri mesti dipenuhi supaya kebutuhan industri dalam negeri yang menggunakan bahan bakar ini bisa tetap berjalan. "Apalagi, harga ekspor dan dalam negeri sama saja. Jadi, tidak ada prioritas pasar," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News